TRIBUNNEWSWIKI.COM - Terjadi lonjakan tajam angka virus corona di Turki, Rabu (26/11/2020).
Tercatat 28.352 orang positif corona dalam sehari berdasarkan laporan Menteri Kesehatan Fahrettin Koca.
Menurutnya, data tersebut mewakili "semua orang yang hasil tes PCR-nya positif apakah mereka menunjukkan gejala atau tidak."
Koca juga mengumumkan 168 orang meninggal akibat corona dalam 24 jam.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan vaksin yang dikembangkan Turki untuk melawan COVID-19 dapat siap digunakan pada bulan April.
Baca: Longgarkan Pembatasan Bisnis, PM Pakistan: Pemerintah Tak Mau Orang Mati Kelaparan saat Pandemi
Baca: Punya Dampak Buruk Bagi Kesehatan, Inilah 5 Sisi Positif Merokok yang Jarang Diketahui
Vaksin ERUCOV-VAC, sedang dikembangkan oleh Universitas Erciyes, di provinsi Kayseri, Turki tengah, dan saat ini sedang menjalani pengujian tahap 1.
Kabar di Pakistan
Sekutu dekat Turki, yakni Pakistan turut mengabarkan perkembangan terbaru ihwal virus corona
Perdana Menteri Pakistan mengeluarkan kebijakan pelonggaran pembatasan bisnis agar perekonomian negara terus berjalan di tengah pandemi.
Kebijakan ini dikeluarkan saat angka infeksi virus corona terus meningkat.
Adapun PM Imran Khan mengatakan pemerintahannya tidak ingin warga mati kelaparan saat berjuang melawan pandemi.
Di depan wartawan pada Rabu (25/11), Imran Khan juga melaporkan angka kematian baru di Pakistan.
Tercatat 59 warga meninggal dan muncul 3000 kasus dalam sehari di Pakistan.
Baca: Tahan Gelombang Baru Corona, Kota Newark New Jersey AS Minta Warga Berada di Rumah Selama 10 Hari
Baca: Mads Mikkelsen Dipastikan Jadi Pengganti Johnny Depp Perankan Grindelwald di Fantastic Beasts 3
Ini terjadi saat Pakistan memasuki gelombang kedua virus corona di mana banyak pasien membanjiri rumah sakit.
Khan mendesak warga untuk disiplin mematuhi aturan jaga jarak dan pemakaian masker.
Lebih jauh lagi, Khan mengatakan tidak ingin menutup pabrik, toko, dan pusat perbelanjaan karena dapat memengaruhi perekonomian negara.
Seperti diketahui, Pakistan telah mencatat total 382.892 kasus dengan 7803 kematian, sejak Februari 2020, sebagaimana diwartakan Associated Press, Kamis (26/11/2020).
Sebelumnya, pemerintah setempat memberlakukan lockdown nasional pada Maret 2020, tetapi melonggarkan pembatasan pada Mei 2020.
Penutupan Sekolah
Sebelumnya, Pakistan berencana kembali menutup semua institusi pendidikan di tengah melonjaknya kasus infeksi virus corona.
Otoritas setempat mengumumkan bahwa sekolah akan ditutup hingga Desember dan kemungkinan dibuka kembali pada awal Januari 2021.
Sebelumnya negara beribukota Islamabad ini sempat membuka sekolah pada September 2020, mengingat ada penurunan jumlah infeksi.
Namun, semenjak banyaknya pelanggaran aturan pemakaian masker dan pertemuan publik, angka Covid-19 meningkat tajam.
Dalam 24 jam, muncul 2.756 kasus baru di Pakistan.
Baca: PM Palestina di Tepi Barat Umumkan Lockdown Parsial 2 Minggu: Jam Malam Mulai Pukul 7
Baca: Perdana Menteri Spanyol Berencana Distribusikan Vaksin Covid-19 pada Januari 2021
Angka tersebut menambah jumlah total yang mencapai 376.929 dengan 7.696 orang meninggal dunia.
Sebagaimana diwartakan TribunnewsWiki sebelumnya, terjadi lonjakan angka kasus infeksi virus corona di Pakistan pada Minggu (22/11).
Kenaikan ini terjadi di tengah maraknya pelanggaran terhadap aturan pemakaian masker dan larangan mengadakan pertemuan publik.
Tercatat dalam sehari, muncul 2.665 kasus baru dengan 59 orang meninggal dunia.
Sementara total kasus di Pakistan mencapai 374.173 infeksi dengan 7 ribuan orang meninggal dunia.
Satu di antara kejadian tidak mentaati aturan pemakaian masker terjadi di timur kota Lahore, Sabtu (21/11).
Baca: Pembatasan Sosial Baru di Italia: Warga Dilarang Makan di Kafe dan Resto di Wilayah Khusus
Baca: Sejumlah Oposisi dan Aktivis Nilai Pemerintah Jepang Lamban atasi Lonjakan Covid-19
Puluhan ribu jemaat menghadiri pemakaman seorang ulama terkemuka. Sedangkan pada Minggu (22/11), sejumlah aliansi partai-partai oposisi mengadakan unjuk rasa di barat laut Kota Peshawar.
Kegiatan tersebut, sebagaimana diwartakan Associated Press, Minggu (22/11), mengabaikan arahan Pusat Komando Nasional, sebuah badan yang ditugaskan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Banyak dari peserta unjuk rasa dan pelayat tidak mematuhi protokol kesehatan seperti, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, dan mengadakan pertemuan besar.
China Tutup Sekolah di Sejumlah Wilayah
Sementara itu, belakangan ini otoritas China melakukan tes Covid-19 massal di sejumlah wilayah serta menutup sekolah setelah ditemukan tiga kasus baru virus corona dalam 24 jam terakhir.
Baca: Cara Mudah Memblokir STNK secara Online agar Tidak Kena Pajak Progresif
Baca: Jumlah Angka Infeksi Covid-19 di Amerika Serikat Tembus 12 Juta Kasus, Vaksin Siap Disebarkan
Adapun petugas melaporkan kasus infeksi berada di dua Provonsi Mongolia Dalam (sebuah wilayah otonomi khusus Republik Rakyat Tiongkok) dan satu lagi di wilayah Shanghai.
Sebuah kota di Mongolia Dalam, yakni Manzhouli akan mulai melakukan tes massal untuk warganya pada Minggu (22/11), sehari setelah kasus ditemukan.
Kota tersebut juga akan menutup sementara bangunan sekolah dan sejumlah tempat umum.
Otoritas wilayah yang masih berada dalam China tersebut juga mengumumkan kepada warganya agar tidak mengadakan aktivitas pada malam hari.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 22 November 1900: Mobil Mercedes yang Pertama Diuji Coba Perdana
Baca: Bocah 8 Tahun di Nunukan Kalimantan Utara Kebiasaan Mencuri, Tercatat Puluhan Kali dalam 2 Tahun
Sementara itu di Shanghai, satu kasus Covid-19 ditemukan setelah pemerintah daerah melakukan tes massal terhadap 15.416 orang belakangan ini.
Meski Shanghai tidak menutup sekolah, tetapi otoritas setempat membatasi sejumlah fasilitas umum, seperti rumah sakit.
Lebih jauh lagi, Shanghai juga melakukan tes massal untuk warganya yang berada di Distrik Pudong New Area.
Sebagai informasi, China baru saja melakukan tes massal terhadap tiga juta penduduk di utara kota Tianjin.
Kebijakan ini dilakukan setelah muncul lima kasus baru dalam pekan ini.
Baca: Bagus Kahfi Sudah Minta Izin Barito Putera, Peluang Gabung FC Utrecht Semakin Dekati Kenyataan
Baca: Serangan Roket dari Jalur Gaza Palestina Jatuh di Wilayah Israel, Diduga dari Kelompok Hamas
Melansir data Coronavirus Resource Center dari John Hopkins University & Medicine, total kasus di China mencapai 92.037 dengan 4.742 kematian. Sementara pasien sembuh mencapai 86.769 jiwa.
Update Kasus Covid-19 di AS
Sementara itu, musuh ekonomi China yakni Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengalami lonjakan kasus virus corona yang tercatat tembus 12 juta kasus.
Update data dari John Hopkins University, Minggu (22/11/2020) ini secara spesifik menghitung ada 12.089.440 kasus infeksi dengan 255.899 orang meninggal dunia di AS.
Sementara total 4.529.700 orang telah dinyatakan pulih dari penyakit tersebut.
Menurut data tersebut, Texas menjadi negara bagian dengan laporan kasus tertinggi.
Total 1,078,875 kasus Covid-19 di Texas, disusul California dengan 1,057,245, kemudian Florida dengan 905,205 kasus.
Sedangkan angka global Covid-19 mencapai 58.144.199 kasus dengan 1.380.474 orang meninggal dunia, menurut laman Coronavirus Resource Center dari John Hopkins University & Medicine.
Baca: Hasil Survei: Sebagian Besar Warga Amerika Senang Donald Trump Kalah daripada Joe Biden Menang
Baca: Diganggu Debt Collector Sangar? Jangan Panik, Langsung Laporkan ke 5 Tempat Ini
Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar mengatakan bahwa negeri Paman Sam akan menyebarkan 40 juta dosis vaksin Covid-19 pada akhir bulan depan.
"Pada akhir Desember, kami berharap memiliki sekitar 40 juta dosis dari dua vaksin (Pfizer dan Moderna) tersedia untuk distribusi sembari menunggu otorisasi FDA, cukup untuk memvaksinasi sekitar 20 juta orang Amerika yang paling rentan," kata Azar kepada wartawan, dilansir Reuters, Kamis (19/11).
Update Vaksinasi Pfizer
Vaksin Covid-19 asal Amerika Serikat, Pfizer mengatakan pihaknya sudah melakukan dialog dengan tim transisi presiden terpilih, Joe Biden.
Adapun pembicaraan dilakukan sebagai langkah untuk menindaklanjuti agenda distribusi vaksin bagi semua pihak yang memerlukan.
Diketahui pihak Pfizer menyebut vaksin corona telah 95% efektif untuk digunakan.
Pembuatan vaksin ini melibatkan puluhan ribu relawan dan telah diuji di sejumlah negara di Eropa.
"Tidak ada ruang untuk politik (praktis) dalam proses ini," kata juru bicara Pfizer, Sharon Castillo.
Baca: Ini Perbedaan Fokus Latihan Timnas Indonesia U-19 Selama Masa TC Virtual dan Shin Tae-yong di Korsel
Baca: Hasil UEFA Nations League: Italia dan Belgia Resmi Lolos ke Semifinal, Nestapa Inggris dan Belanda
Minggu lalu, Kepala Staf Presiden baru yang ditunjuuk Biden, yakni Ron Klain menyebut bahwa tim transisi berencana akan melakukan komunikasi dengan Pfizer dan pembuat vaksin lainnya.
Ini dilakukan, menurut Klain, Presiden Donald Turmp diklaim terus menunda proses transisi formal ke pemerintahan baru.
Sementara itu, Castillo mengatakan pihaknya juga masih berdialog dengan pemerintahan Trump dan sejumlah pemimpin negara bagian.
Pihaknya juga membuka diskusi dengan anggota parlemen terkemuka baik dari Republik dan Demokrat di Kongres AS.
"Kami sedang berada di tengah transisi dan kami berdiskusi dengan kedua belah pihak," kata Castillo seraya menyebut bahwa Biden adalah bagian dari pihak yang ia ajak bicara.
Baca: Disebut Bakal Rilis Januari 2021, Berikut Bocoran Spesifikasi Galaxy S21, S21+, dan S21 Ultra
Baca: Pfizer Klaim Kemanjuran Vaksin Covid-19 Pfizer pada Orang Dewasa di Atas 65 Tahun Capai 94%
Vaksin Pfizer
Profesor di Fakultas Kedokteran University of Anglia, Paul Hunter, menyebut vaksin yang dikembangkan Pfizer memiliki sejumlah efek samping seperti sakit pada bagian lengan dan demam.
Namun, Hunter menyebut efek samping itu biasa terjadi pada proses vaksinasi, diberitakan The Guardian pada Selasa (10/11/2020).
Sementara, dilansir Reuters, perusahaan yang berkolaborasi dengan BioNTech Jerman ini menyebutkan ada sederet efek samping yang dialami para relawannya selepas menerima suntikan.
Hal itu disampaikan perusahaan dalam presentasi di hadapan para investor.
Baca: Lihat, Adakah Benjolan di Belakang Telinga Anda? Jika Ya, Ini Penyebab dan Cara Menghilangkannya
Baca: Start Up Ayo Naik Kelas Ajak Anak Muda Rintis UMKM dan Jadi Penggerak Ekonomi Bangsa
Menurut mereka, dari laporan yang masuk, sebagian relawan menyebut mengalami sejumlah efek samping mulai dari ringan hingga sedang setelah menerima suntikan, entah berisi vaksin dari Pfizer atau plasebo.
Efek samping itu berupa kelelahan, sakit kepala, panas dingin, dan sakit otot.
Sebagian partisipan yang lain juga mengalami demam, termasuk demam tinggi.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)