Muncul 204 Infeksi dalam Sehari, PM Estonia: Wabah Virus Corona Berada di Level Kritis

Juri Ratas mendorong warganya untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak dan memakai masker.


zoom-inlihat foto
estonia-546.jpg
Unsplash - Ilya Orehov @iliched
Juri Ratas mendorong warganya untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak dan memakai masker., FOTO: Salju menyelimuti kawasan kota tua di Tallinn, Estonia


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Perdana Menteri Estonia Juri Ratas mengatakan pada sebuah sambutan bahwa wabah virus corona berada pada level kritis.

Pernyataan tersebut merujuk pada sistem kesehatan di negaranya, terlebih meningkatnya jumlah kasus infeksi.

Juri Ratas mendorong warganya untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak dan memakai masker.

Beribukota Tallinn, Estonia memiliki 1,34 juta jiwa penduduk.

Meski tak sebanyak Indonesia, pemerintah Estonia belakangan ini memperketat aturan pembatasan sosial.

Baca: Rekor Harian Terbaru Corona di Slovenia: 59 Warga Meninggal dan Muncul 1.302 Kasus Baru dalam 24 Jam

Bendera Estonia
Bendera Estonia (Wikimedia)

Baca: Kejatuhan Forklift di Tempat Kerja, Seorang Tukang Bangunan Kehilangan Separuh Badannya

Penggunaan masker diwajibkan di tempat-tempat umum, termasuk di fasilitas transportasi.

Aturan juga mensyaratkan adanya pembatasan pengunjung di tempat publik.

Pengumuman kebijakan baru, sebagaimana diwartakan Associated Press, Selasa (24/11/2020) ini akan berlaku untuk seminggu ke depan.

Negara kecil di kawasan Baltik tersebut melaporkan peningkatan pesat angka infeksi Covid-19 dalam dua minggu terakhir.

Dalam 24 jam, 204 kasus baru masuk di negara yang dipimpin oleh Presiden Kersti Kaljulaid itu.

Baca: Jelang Persiapan Natal, 16 Wilayah di Jerman Perintahkan Warganya Jalani Karantina Mandiri

Perdana Menteri Estonia Jüri Ratas
Perdana Menteri Estonia Jüri Ratas (Wikimedia)

Baca: Pemerintah Inggris Minta Warga Lakukan Karantina Mandiri Meski Hasil Tes Covid-19 Negatif

Sementara dalam 14 hari terakhir, rata-rata infeksi berada pada angka 284 kasus per 100.000 penduduk.

Inggris Minta Warganya Karantina Meski Hasil Tes Covid-19 Negatif

Sementara itu, kabar perkembangan Covid-19 di tingkal global datang dari Inggris.

Pemerintah Inggris meminta warganya untuk melakukan karantina mandiri meskipun tes Covid-19 menunjukkkan hasil negatif.

Rencana tersebut dikhususnya bagi mereka yang tiba di Inggris dari negara yang tidak berada di dalam 'daftar negara bebas Covid-19'.

Sekretaris Departemen Perhubungan, Grant Shapps mengatakan masa karantina yang berlaku adalh 14 hari.

Menurutnya, itu bisa dikurangi jika hasil tes negatif terbit setelah warga sudah 5 hari berada di Inggris.

Sejumlah aturan yang berkaitan dengan pariwisata di Inggris akan diterapkan menyusul acara Natal pada Desember.

Baca: Jelang Persiapan Natal, 16 Wilayah di Jerman Perintahkan Warganya Jalani Karantina Mandiri

Boris Johnson saat menunjukkan kartu ucapan cepat sembuh yang diberikan anak-anak (AFP)
Boris Johnson saat menunjukkan kartu ucapan cepat sembuh yang diberikan anak-anak (AFP) (AFP)

Baca: 7 Film dan Drama Korea Terbaru yang Siap Tayang di Netflix, Lovestruck in the City hingga The Call

Sebagaimana diwartakan Associated Press, kebijakan ini telah lama ditunggu oleh industri pariwisata, satu di antara sektor yang paling terpukul selama pandemi.

Bagaimana kebijakannya?

Di bawah kebijakan baru, pengunjung yang datang ke Inggris harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari apabila mereka berasal dari negara di luar daftar 'negara bebas Covid-19'.

Pengunjung bisa mengurangi masa karantina jika siap melakukan tes pada hari kelima setelah kedatangan.

Biaya tes Covid-19 di Inggris berkisar seharga $133 atau senilai Rp 1,8 juta.

Hasil tes biasanya dikeluarkan dalam 24 hingga 48 jam.

Baca: Pulang ke Hotel Pukul 3 Pagi, Dua Pemain Timnas Indonesia U-19 Dicoret: Serdy Diperiksa ke Psikiater

Prancis Musnahkan Ribuan Ekor Cerpelai

Sementara itu, kabar ihwal Covid-19 datang dari Prancis.

Sejumlah otoritas Prancis memerintahkan untuk memusnakhkan semua mamalia cerpelai atau mink setelah hasil analisa menunjukkan mutasi Covid-19 beredar di antara hewan mamalia tersebut.

Dalam sebuah pernyataan pada Minggu (22/11), Pemerintah Prancis mengatakan telah memusnahkan 1000 ekor cerpelai di wilayahnya.

Prancis turut memusnakhkan produk yang terkait mamalia tersebut sertalokasi peternakan yang terletak di barat Kota Paris. Negara ini memiliki empat peternakan cerpelai di wilayahnya.

Langkah ini dilakukan menyusul perkembangan virus di peternakan cerpelai di Denmark dan negara lain termasuk Belanda, Swedia, dan Yunani.

Di Denmark, mutasi virus ditemukan pada sejumlah orang yang berkontak dengan cerpelai, menurut pemerintah yang melakukan pemusnahan semua 15 juta ekor cerpelai.

Baca: Maraknya Pelanggaran Tak Pakai Masker, 2.665 Warga Positif Covid-19 dalam Sehari di Pakistan

Mink atau Cerpelai
Mink atau Cerpelai (Wikimedia)

Baca: Pembatasan Sosial Baru di Italia: Warga Dilarang Makan di Kafe dan Resto di Wilayah Khusus

Sejauh ini, sampai berita ini diturunkan, peternak Prancis yang kontak dengan cerpelai telah dites dan hasilnya negatif.

Apa itu Cerpelai?

Melansir Wikipedia, Cerpelai adalah Mamalia yang membentuk Genus Mustela dari Familia Mustelidae.

Genus ini beranggotakan cerpelai, singgung dan ermine. Hewan ini berukuran kecil, merupakan predator aktif, bertubuh panjang dan ramping dengan kaki-kaki pendek.

Familia Mustelidae yang juga beranggotakan Berang-berang juga sering disebut sebagai keluarga cerpelai.

Cerpelai memiliki panjang yang bervariasi dari 173 hingga 217 mm (6,8 hingga 8,5 in), betinanya lebih kecil daripada jantan, dan biasanya memiliki lapisan tubuh atas berwarna coklat atau merah sedangkan perutnya putih; beberapa spesies mengganti bulu tubuh menjadi sepenuhnya putih pada Musim dingin.

Tubuh hewan ini yang panjang dan ramping memungkinkannya untuk memburu mangsa sampai kedalam liang.

Ekor mereka berukuran dari 34 hingga 52 mm (1,3 hingga 2,0 in).

Cerpelai memiliki reputasi sebagai hewan yang pintar, cepat dan penuh tipu daya.

Lonjakan Tajam di Pakistan

Diwartakan sebelumnya, terjadi lonjakan angka kasus infeksi virus corona di Pakistan pada Minggu (22/11).

Kenaikan ini terjadi di tengah maraknya pelanggaran terhadap aturan pemakaian masker dan larangan mengadakan pertemuan publik.

Tercatat dalam sehari, muncul 2.665 kasus baru dengan 59 orang meninggal dunia.

Sementara total kasus di Pakistan mencapai 374.173 infeksi dengan 7 ribuan orang meninggal dunia.

Satu di antara kejadian tidak mentaati aturan pemakaian masker terjadi di timur kota Lahore, Sabtu (21/11).

Baca: Pembatasan Sosial Baru di Italia: Warga Dilarang Makan di Kafe dan Resto di Wilayah Khusus

FOTO: Perdana Menteri Pakistan Imran Khan
FOTO: Perdana Menteri Pakistan Imran Khan (Wikimedia)

Baca: Sejumlah Oposisi dan Aktivis Nilai Pemerintah Jepang Lamban atasi Lonjakan Covid-19

Puluhan ribu jemaat menghadiri pemakaman seorang ulama terkemuka. Sedangkan pada Minggu (22/11), sejumlah aliansi partai-partai oposisi mengadakan unjuk rasa di barat laut Kota Peshawar.

Kegiatan tersebut, sebagaimana diwartakan Associated Press, Minggu (22/11), mengabaikan arahan Pusat Komando Nasional, sebuah badan yang ditugaskan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.

Banyak dari peserta unjuk rasa dan pelayat tidak mematuhi protokol kesehatan seperti, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, dan mengadakan pertemuan besar.

China Tutup Sekolah di Sejumlah Wilayah

Sementara itu, belakangan ini otoritas China melakukan tes Covid-19 massal di sejumlah wilayah serta menutup sekolah setelah ditemukan tiga kasus baru virus corona dalam 24 jam terakhir.

Baca: Cara Mudah Memblokir STNK secara Online agar Tidak Kena Pajak Progresif

FOTO: Bendera Negara Pakistan
FOTO: Bendera Negara Pakistan (Pixabay - Uzairmaqbool / 1 foto)

Baca: Jumlah Angka Infeksi Covid-19 di Amerika Serikat Tembus 12 Juta Kasus, Vaksin Siap Disebarkan

Adapun petugas melaporkan kasus infeksi berada di dua Provonsi Mongolia Dalam (sebuah wilayah otonomi khusus Republik Rakyat Tiongkok) dan satu lagi di wilayah Shanghai.

Sebuah kota di Mongolia Dalam, yakni Manzhouli akan mulai melakukan tes massal untuk warganya pada Minggu (22/11), sehari setelah kasus ditemukan.

Kota tersebut juga akan menutup sementara bangunan sekolah dan sejumlah tempat umum.

Otoritas wilayah yang masih berada dalam China tersebut juga mengumumkan kepada warganya agar tidak mengadakan aktivitas pada malam hari.

Baca: Hari Ini dalam Sejarah 22 November 1900: Mobil Mercedes yang Pertama Diuji Coba Perdana

Presiden Cina Xi Jinping berpidato di pertemuan virtual Majelis Kesehatan Dunia pada hari Senin. Foto: AFP
Presiden Cina Xi Jinping berpidato di pertemuan virtual Majelis Kesehatan Dunia pada hari Senin. Foto: AFP (AFP)

Baca: Bocah 8 Tahun di Nunukan Kalimantan Utara Kebiasaan Mencuri, Tercatat Puluhan Kali dalam 2 Tahun

Sementara itu di Shanghai, satu kasus Covid-19 ditemukan setelah pemerintah daerah melakukan tes massal terhadap 15.416 orang belakangan ini.

Meski Shanghai tidak menutup sekolah, tetapi otoritas setempat membatasi sejumlah fasilitas umum, seperti rumah sakit.

Lebih jauh lagi, Shanghai juga melakukan tes massal untuk warganya yang berada di Distrik Pudong New Area.

Sebagai informasi, China baru saja melakukan tes massal terhadap tiga juta penduduk di utara kota Tianjin.

Kebijakan ini dilakukan setelah muncul lima kasus baru dalam pekan ini.

Baca: Bagus Kahfi Sudah Minta Izin Barito Putera, Peluang Gabung FC Utrecht Semakin Dekati Kenyataan

Foto yang diambil pada 12 Oktober 2020 ini menunjukkan ribuan warga yang mengantre untuk dites virus corona COVID-19, sebagai bagian dari program pengujian massal menyusul wabah virus corona baru di Qingdao, di Provinsi Shandong timur China. Hanya dalam waktu dua hari, 12-13 Oktober 2020, sebanyak 4,2 juta penduduk kota ini berhasil melakukan swab test.
Foto yang diambil pada 12 Oktober 2020 ini menunjukkan ribuan warga yang mengantre untuk dites virus corona COVID-19, sebagai bagian dari program pengujian massal menyusul wabah virus corona baru di Qingdao, di Provinsi Shandong timur China. Hanya dalam waktu dua hari, 12-13 Oktober 2020, sebanyak 4,2 juta penduduk kota ini berhasil melakukan swab test. (STR / AFP / China OUT)

Baca: Serangan Roket dari Jalur Gaza Palestina Jatuh di Wilayah Israel, Diduga dari Kelompok Hamas

Melansir data Coronavirus Resource Center dari John Hopkins University & Medicine, total kasus di China mencapai 92.037 dengan 4.742 kematian. Sementara pasien sembuh mencapai 86.769 jiwa.

Update Kasus Covid-19 di AS

Sementara itu, musuh ekonomi China yakni Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengalami lonjakan kasus virus corona yang tercatat tembus 12 juta kasus.

Update data dari John Hopkins University, Minggu (22/11/2020) ini secara spesifik menghitung ada 12.089.440 kasus infeksi dengan 255.899 orang meninggal dunia di AS.

Sementara total 4.529.700 orang telah dinyatakan pulih dari penyakit tersebut.

Menurut data tersebut, Texas menjadi negara bagian dengan laporan kasus tertinggi.

Total 1,078,875 kasus Covid-19 di Texas, disusul California dengan 1,057,245, kemudian Florida dengan 905,205 kasus.

Sedangkan angka global Covid-19 mencapai 58.144.199 kasus dengan 1.380.474 orang meninggal dunia, menurut laman Coronavirus Resource Center dari John Hopkins University & Medicine.

Baca: Hasil Survei: Sebagian Besar Warga Amerika Senang Donald Trump Kalah daripada Joe Biden Menang

Ilustrasi vaksin virus corona
Ilustrasi vaksin virus corona (Fresh Daily)

Baca: Diganggu Debt Collector Sangar? Jangan Panik, Langsung Laporkan ke 5 Tempat Ini

Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar mengatakan bahwa negeri Paman Sam akan menyebarkan 40 juta dosis vaksin Covid-19 pada akhir bulan depan.

"Pada akhir Desember, kami berharap memiliki sekitar 40 juta dosis dari dua vaksin (Pfizer dan Moderna) tersedia untuk distribusi sembari menunggu otorisasi FDA, cukup untuk memvaksinasi sekitar 20 juta orang Amerika yang paling rentan," kata Azar kepada wartawan, dilansir Reuters, Kamis (19/11).

Update Vaksinasi Pfizer

Vaksin Covid-19 asal Amerika Serikat, Pfizer mengatakan pihaknya sudah melakukan dialog dengan tim transisi presiden terpilih, Joe Biden.

Adapun pembicaraan dilakukan sebagai langkah untuk menindaklanjuti agenda distribusi vaksin bagi semua pihak yang memerlukan.

Diketahui pihak Pfizer menyebut vaksin corona telah 95% efektif untuk digunakan.

Pembuatan vaksin ini melibatkan puluhan ribu relawan dan telah diuji di sejumlah negara di Eropa.

"Tidak ada ruang untuk politik (praktis) dalam proses ini," kata juru bicara Pfizer, Sharon Castillo.

Baca: Ini Perbedaan Fokus Latihan Timnas Indonesia U-19 Selama Masa TC Virtual dan Shin Tae-yong di Korsel

Ilustrasi
Ilustrasi (Tribun Palu)

Baca: Hasil UEFA Nations League: Italia dan Belgia Resmi Lolos ke Semifinal, Nestapa Inggris dan Belanda

Minggu lalu, Kepala Staf Presiden baru yang ditunjuuk Biden, yakni Ron Klain menyebut bahwa tim transisi berencana akan melakukan komunikasi dengan Pfizer dan pembuat vaksin lainnya.

Ini dilakukan, menurut Klain, Presiden Donald Turmp diklaim terus menunda proses transisi formal ke pemerintahan baru.

Sementara itu, Castillo mengatakan pihaknya juga masih berdialog dengan pemerintahan Trump dan sejumlah pemimpin negara bagian.

Pihaknya juga membuka diskusi dengan anggota parlemen terkemuka baik dari Republik dan Demokrat di Kongres AS.

"Kami sedang berada di tengah transisi dan kami berdiskusi dengan kedua belah pihak," kata Castillo seraya menyebut bahwa Biden adalah bagian dari pihak yang ia ajak bicara.

Baca: Disebut Bakal Rilis Januari 2021, Berikut Bocoran Spesifikasi Galaxy S21, S21+, dan S21 Ultra

Markas perusahaan biofarmasi Pfizer Inc. di New York, Amerika Serikat.
Markas perusahaan biofarmasi Pfizer Inc. di New York, Amerika Serikat. (JEENAH MOON / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP)

Baca: Pfizer Klaim Kemanjuran Vaksin Covid-19 Pfizer pada Orang Dewasa di Atas 65 Tahun Capai 94%

Vaksin Pfizer

Profesor di Fakultas Kedokteran University of Anglia, Paul Hunter, menyebut vaksin yang dikembangkan Pfizer memiliki sejumlah efek samping seperti sakit pada bagian lengan dan demam.

Namun, Hunter menyebut efek samping itu biasa terjadi pada proses vaksinasi, diberitakan The Guardian pada Selasa (10/11/2020).

Sementara, dilansir Reuters, perusahaan yang berkolaborasi dengan BioNTech Jerman ini menyebutkan ada sederet efek samping yang dialami para relawannya selepas menerima suntikan.

Hal itu disampaikan perusahaan dalam presentasi di hadapan para investor.

Baca: Lihat, Adakah Benjolan di Belakang Telinga Anda? Jika Ya, Ini Penyebab dan Cara Menghilangkannya

Seorang pria bermasker berjalan melewati markas perusahaan vaksin, Pfizer Inc., di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (22 Juli 2020). Pfizer dan perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech, sepakat menyuplai Pemerintah AS dengan 100 juta dosis vaksin Covid-19 dalam kesepakatan senilai $1,95 miliar.
Seorang pria bermasker berjalan melewati markas perusahaan vaksin, Pfizer Inc., di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (22 Juli 2020). Pfizer dan perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech, sepakat menyuplai Pemerintah AS dengan 100 juta dosis vaksin Covid-19 dalam kesepakatan senilai $1,95 miliar. (JEENAH MOON / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP)

Baca: Start Up Ayo Naik Kelas Ajak Anak Muda Rintis UMKM dan Jadi Penggerak Ekonomi Bangsa

Menurut mereka, dari laporan yang masuk, sebagian relawan menyebut mengalami sejumlah efek samping mulai dari ringan hingga sedang setelah menerima suntikan, entah berisi vaksin dari Pfizer atau plasebo.

Efek samping itu berupa kelelahan, sakit kepala, panas dingin, dan sakit otot.

Sebagian partisipan yang lain juga mengalami demam, termasuk demam tinggi.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved