“Baik Pak Untung dan Pak Latief itu pamitan dengan Suharto mau nyulik jenderal,” katanya.
Tiba di Lubang Buaya, Ishak diperintahkan untuk bersiaga di sebuah rumah pondok, hingga kemudian pasukan Batalion Cakrabirawa yang lain datang pada tengah malam.
“Saya kaget malah, pasukan-pasukan datang, ya anggota Cakrabirawa, teman-teman saya. Tahu-tahu dibagi regu untuk menculik jenderal. Saya tidak (menculik), saya ngawal Untung di Lubang Buaya,” ujar Ishak.
Ketika tanggal sudah menunjukkan 1 Oktober pukul 01.00 WIB, satu per satu regu bergerak menculik Dewan Jenderal.
Pukul 03.00 WIB, para jenderal datang silih berganti, namun tidak semua dalam keadaan hidup.
“Jenderal Yani (Letjen Ahmad Yani), Panjaitan (Brigjen D.I. Panjaitan), Haryono (Mayjen Harjono) mati, dan Toyo (Brigjen Sutoyo) sudah meninggal. Yang hidup hanya tiga, Jenderal Prapto (Mayjen R. Soeprapto), Jenderal Parman (Mayjen S. Parman) dan Tendean (Lettu Pirre Tandean). Jenderal Nasution enggak ada,” kata Ishak.
“Saya kaget, saya panik malah, kok ada begini, ada apa,” sambungnya.
Lantaran panik, para jenderal yang diculik dijebloskan ke dalam sebuah sumur tua, lalu ditembak dari atas secara membabi-buta.
“Saya menyaksikan langsung dengan satu polisi namanya Soekitman. Awalnya, Soekitman ini suruh dibunuh, tapi saya tahan, saya lindungi, saya bilang kamu tidak tahu apa-apa,” kata Ishak.
Baca: FILM - Pengkhianatan G30S/PKI
Baca: Partai Komunis Indonesia (PKI)
Soekitman yang diselamatkan Ishak ini kelak akan menjadi saksi kunci bagaimana kebiadaban para tentara Cakrabirawa membantai Dewan Jenderal.
Ia yang memperlihatkan lokasi jasad Dewan Jenderal dibenamkan dalam sumur tua lalu diuruk dan ditanam pohon pisang.
“Saya hanya sedikit tahu kalau Dewan Jenderal ini mau menggulingkan Pak Karno, sebagai pasukan pengawal presiden, Cakrabirawa berkewajiban menggagalkan itu,” terangnya.
“Setelah itu lalu bubar, saya enggak tahu (Untung dan Latief) pada ke mana, saya ditinggal dengan pasukan-pasukan yang lain. Saya pulang sendiri dengan pembawa truk, sopir dan Soekitman itu tadi,” katanya.
Setelah tiba markas Cakrabirawa, tidak berselang lama datang pasukan tentara berpita putih.
Ishak dilucuti dan dijebloskan ke penjara tanpa dimintai keterangan.
“Saya ditahan belasan tahun tanpa pakai persidangan apa-apa, hanya sekali dimintai keterangan jadi saksinya Untung,” ujarnya.
Selama 14 hari, Ishak ditahan di LP Cipinang dan merasakan neraka bagi pasukan Cakrabirawa yang tertangkap.
“Saya diberi makan jagung rebus saja, tapi tidak pakai piring, langsung disebar di lantai, dituturi (dipunguti) satu-satu,”
Dirinya juga mengalami penyiksaan yang tak bisa diceritakan dengan rinci.
“Saya disuruh mengaku anggota ini, anggota itu, saya jawab enggak ngerti anggota, enggak ngerti partai, enggak ngerti apa-apa, gole (petugas) mukuli semaunya,” ungkapnya.