TRIBUNNEWSWIKI.COM - Status Gunung Merapi pada 5 November 2020 dinaikkan menjadi Siaga (level III) oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.
Sebelumnya, Gunung Merapi, dinaikkan statusnya dari Normal (level I) menjadi Waspada (level II) sejak pertengahan tahun 2018 lali karena ada erupsi freatik.
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida, mengatakan Gunung Merapi terus mengalami peningkatan aktivitas di puncak.
Dengan demikian, gunung tersebut dapat dikatakan mendekati erupsi.
Hal ini diungkapkannya dalam webinar bertajuk "Erupsi Merapi, Apa yang Bisa Dilakukan?" pada Minggu (29/11/2020) yang diselenggarakan oleh UGM-Kagama.
Aktivitas guguran terus meningkat
Menurut Hanik, aktivitas Gunung Merapi sekarang ini menunjukkan ke arah terjadinya erupsi.
Sebab, dari data seismik, keluaran gas dan deformasi masih tinggi dan aktivitas guguran makin terus meningkat. "Hal ini menunjukkan mendekatnya waktu erupsi," ujar Hanik Humaida seperti dikutip dari laman UGM, Senin (30/11/2020).
Hanya saja, untuk kapan terjadinya erupsi, Hanik tidak menyebutkannya.
Baca: Viral Pendaki Nekat Capai Puncak Gunung Merapi, BPPTKG: Misi Naik ke Puncak itu Sangat Berbahaya
Namun, dia memprediksi erupsi Merapi kali ini tidak sebesar pada erupsi tahun 2010 yang lalu.
"Kalaupun terjadi erupsi diperkirakan tidak sebesar pada 2010," katanya.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Merapi untuk tetap siaga dan memperhatikan arahan dari pemerintah setempat agar tidak terjadi korban jiwa.
"Masyarakat diminta untuk mengikuti arahan dari pemerintah setempat dan tidak terpengaruh dari informasi yang tidak jelas sumbernya," katanya.
Pentingnya mitigasi bencana
Sementara Ketua Umum Kagama yang juga Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten di Jawa Tengah.
Kabupaten itu tentu yang dekat dengan Gunung Merapi, seperti Magelang, Klaten, dan Boyolali.
Baca: Waspada Erupsi Gunung Merapi, BNPB Minta Daerah Siagakan Pengungsian Sesuai Protokol Kesehatan
Oleh karena itu, koordinasi dilakukan untuk mengantisipasi dampak bahaya erupsi dan wedus gembel (sebutan awan panas).
Selain itu, evakuasi yang tepat juga harus dilakukan, tetapi tetap menjalankan protokol kesehatan di tempat pengungsian untuk mencegah penularan Covid-19.
"Saya kira ini PR yang tidak mudah, di masa pandemi ini lokasi pengungsi memang harus dibuat berjarak dan memisahkan dengan kelompok yang rentan," katanya.
Agar menghindari adanya korban, pihaknya melakukan mitigasi pengurangan risiko bencana yang disiapkan dari awal meski menurutnya masyarakat di sekitar Merapi memiliki kearifan sendiri untuk mengenal tanda-tanda kapan untuk melakukan evakuasi dan mengungsi.