Waket DPR Azis Syamsuddin: Saya Jamin Tak Ada Pasal Selundupan dalam UU Cipta Kerja

Azis mengatakan DPR akan tidak berani memasukkan pasal selundupan karena itu adalah tindak pidana.


zoom-inlihat foto
waket-dpr-azis.jpg
Kompas.com
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Azis pada Selasa, (13/10/2020), mengatakan tidak ada pasal selundupan dalam RUU Cipta Kerja setelah disahkan pada 5 Oktober 2020.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam konferensi pers, Selasa (13/10/2020), menjamin tidak ada pasal selundupan dalam RUU Cipta Kerja setelah disahkan menjadi UU pada 5 Oktober lalu. 

Azis juga juga mengatakan DPR tidak berani memasukkan pasal selundupan karena itu adalah tindak pidana.

"Saya jamin sesuai sumpah jabatan saya dan seluruh rekan rekan disini, tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal karena itu merupakan tindak pidana apabila ada selundupan pasal," kata Azis dikutip dari Kontan.

DPR, kata Azis, memiliki batas waktu hingga 14 Oktober untuk mengirimkan naskah UU kepada Presiden.

Terkait jumlah halaman draf UU Cipta kerja yang berubah-ubah, Azis memberi penjelasan.

Azis memastikan bahwa dalam UU Cipta Kerja terdapat 812 halaman.

Baca: Jumlah Halaman Draf RUU Cipta Kerja Berubah-ubah, Waket DPR Azis Syamsuddin Beri Penjelasan

Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin.
Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin. (Kompas.com)

Dia menyebut perbedaan halaman ini karena penggunaan kertas.

UU itu, kata dia, saat di Badan Legislasi menggunakan kertas biasa, sedangkan saat masuk ke tingkat II diubah menggunakan legal paper.

"Sehingga besar dan tipisnya yang berkembang ada yang seribu sekian, ada yang tiba-tiba 900 sekian tapi setelah dilakukan pengetikan secara final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan (DPR) melalui mekanisme total jumlah pasal dan kertas hanya sebesar 812 halaman, berikut UU dan penjelasannya," kata Azis.

Sebanyak 488 halaman merupakan isi undang-undang, sementara sisanya adalah penjelasan.

Jumlah halaman dipertanyakan

Pengamat hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan alasan DPR yang hendak mengedit redaksional draf Undang-undang Cipta Kerja tak dapat dibenarkan.

Baca: Ada Tiga Versi Draf RUU Cipta Kerja, Mana yang Disahkan DPR?

Ia juga mengatakan alasan DPR mengedit redaksional draf UU juga tak diperbolehkan sebab dokumen tersebut sudah disahkan secara resmi oleh mereka dan pemerintah sebagai sesuatu yang sakral.

"Hanya saja, Indonesia tidak memperlakukan undang-undang secara sakral. Karena yang namanya undang-undang itu sakral," kata Zainal saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).

"Coba bayangkan dengan undang-undang orang bisa dibunuh dan negara tak bisa dipersalahkan kalau menghukum mati orang gara-gara undang-undang. Negara tak boleh dihukum karena nembak mati orang hanya karena undang-undang," kata dia.

Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar. (Tribunnews.com)

Zainal juga menilai wajar masyarakat curiga dengan pembahasan RUU Cipta Kerja karena drafnya senantiasa berubah-ubah.

Ia menilai hal tersebut merupakan buah dari ketertutupan pemerintah dan DPR dalam membahas dan mengesahkan UU tersebut.

Baca: SBY Ungkap Alasan Partai Demokrat Menolak Disahkan UU Cipta Kerja: Ada Masalah di Sana Sini

"Itulah kefatalannya. Dia dibuat tanpa transparansi. Kita enggak tau mana draf yang benar. Di masa awal kan begitu waktu masih dalam bentuk draf. Kita kritisi dia bilang bukan itu. Versinya bukan itu," kata Zainal.

"Ya itu buah dari ketertutupan dan buah dari tidak ada transparansi. Dengan kondisi begitu gimana orang enggak curiga dengan undang-undang yang dibuat," kata dia.

Seperti diketahui, draf UU Cipta Kerja yang beredar di publik terus berubah-ubah. Setidaknya, hingga Selasa (13/10/2020), ada empat draf berbeda.





Halaman
12
Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved