"Jelas kami ini sangat kecewa karena sebelumnya kan kami bersama penyelenggara pendidikan yang lain, Muhammadiyah, Taman Siswa, dan lain-lain sudah mengajukan keberatan bahwa pendidikan masuk di rezim investasi," ungkap Arifin .
"Kami terus terang sangat kecewa, kami merasa dibohongi oleh DPR, Komisi X yang sudah menyatakan didrop. Setelah kami merasa tenang karena sudah didrop, eh ternyata diketok juga," lanjut dia.
Menurut Arifin, dengan adanya pasal pendidikan dalam UU Cipta Kerja, sama saja memasukkan pendidikan dalam komoditas yang diperdagangkan.
Baca: Ramai Ditolak, Ini 8 Poin UU Cipta Kerja yang Dinilai Dapat Mengancam Hak Buruh
Baca: Omnibus Law UU Cipta Kerja Pangkas Sejumlah Hak Pekerja: Libur Pekerja 2 Hari Seminggu Dihapus
Adapun pasal yang dimaksudkan, yakni dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65.
Dalam Pasal 65 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.
Dalam UU Cipta Kerja, perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Definisi itu dimuat dalam Pasal 1.
Kemudian, Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah".
Arifin menjelaskan, Pasal 1 huruf D UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan mendefinisikan.
"usaha sebagai setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba".
Munurut Arifin, ketika pendidikan harus mengurus izin usaha, artinya pendidikan ini dianggap sebagai mencari keuntungan.
Padahal, di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tujuan dari bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu, Pasal 31 UUD 1945 menyebutkan bahwa pendidikan itu adalah hak setiap warga negara.
"Nah, di situ kami tak mencari keuntungan, tetapi kami sedang ingin mencerdaskan masyarakat dan memberikan hak pendidikan sebagai warga negara. Kok kemudian dimasukkan ke dalam rezim investasi? Ini bagaimana?" ucap Arifin.
"Kalau misalnya dianggap sebagai usaha, ya nanti akan banyak sekali warga negara yang tidak memperoleh haknya," lanjut dia.
Arifin menyebutkan, lembaga pendidikan Ma'arif NU menaungi sekitar 21.000 sekolah dan madrasah, termasuk yang berada di pelosok negeri.
"Kalau nanti harus mengurus izin, tentu kami tidak bisa, karena perizinan yang diatur dalam undang-undang ini rinciannya diatur di dalam peraturan pemerintah, tentu persyaratan-persyaratannya karena mencari keuntungan sangat berat, tidak bisa dipenuhi oleh sekolah-sekolah dan madrasah kami," ujar Arifin.
Diberitakan sebelumnya, dalam rapat Panja Baleg DPR, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengeluarkan sektor pendidikan dalam draf RUU Cipta Kerja.
Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat kerja pembahasan RUU Cipta Kerja yang digelar pada Kamis (24/9/2020).
(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Wisang Seto P)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Omnibus Law, PP Muhammadiyah Minta Semua Elemen Masyarakat Tahan Diri"