Tarif Laila sebesar 500 Rupee India (sekitar Rp 94 ribu) untuk sekali video call selama 30 menit.
"Saat ini memang banyak terjadi resesi ekonomi, tapi para klien itu kebanyakan sangat dermawan," ungkap Laila.
Namun, tidak semua klien sepakat untuk transfer.
"Beberapa yang dekat akan keluar rumah dengan alasan membeli susu atau keperluan rumah tangga padahal mereka hendak membayar tarif."
"Namun, beberapa dari mereka juga ada yang tukang tipu," ujar Bishakha.
Menurut Mahasweta Mukherjee, petugas advokasi DMSC mengatakan para pekerja seks komersial sebelumnya mengalami krisis selama demonetisasi.
Baca: Terbongkar Prostitusi Anak di Kalibata, Gadis 15 Tahun Dipaksa Hubungan Badan 4 Pria, Tarifnya Miris
Baca: Pelanggan Prostitusi Berkedok Kawin Kontrak di Bogor dari Timur Tengah, Ijab Kabul cuma 5 menit
Baca: PENGAKUAN Blak-blakan Avriellia Shaqqila soal Prostitusi Online Artis: Ada Grup Model Bookingan
"Kami punya 7 ribu wanita yang tinggal di Sonagachi bersama 3 ribu lainnya yang ikut menumpang (berpindah-pindah)."
"Selama lockdown, 3.000 wanita itu tidak ada di sana (Sonagachi)," ujar Mukherjee.
Sisanya, biasanya mendapat tarif 25 ribu sampai 30 ribu Rupee India (Rp 4,7 - 5,6 juta) sebulan.
Menyediakan makanan untuk mereka tidaklah cukup. Mereka butuh keperluan lain.
"Mereka biasanya butuh keperluan lain. Banyak dari mereka mengirim uang ke rumah mereka (keluarga)."
"Beberapa dari uang itu dibelanjakan untuk menjual sayur dan buah tapi itu tidak cukup," imbuh Mukherjee.
Jam kerja para PSK itu kini juga sudah berubah.
"Panggilan via telepon bisa terjadi kapan saja. Jadi mereka harus siaga setiap jamnya," tandas Bishakha.
(Tribunnewswiki.com/Ris)
Artikel sudah tayang di Kompas.com berjudul Covid-19, Bagaimana Nasib PSK di Sonagachhi, Tempat Prostitusi Terbesar di Asia?.