TRIBUNNEWSWIKI.COM – Hakim Pengadilan Distrik Den Haag pada Rabu (25/3/2020) memutuskan, pemerintah Belanda harus membayar kompensasi kepada ahli waris dari 11 orang di Sulawesi Selatan yang dieksekusi oleh pasukan Raymond Pierre Paul Westerling saat perang kemerdekaan Indonesia pada akhir 1940-an.
Dikutip dari South China Morning Post, pengadilan Den Haag memerintahkan Belanda untuk membayar ganti rugi mulai dari 10 ribu euro atau sekitar Rp178 juta kepada delapan istri dan empat anak korban peristiwa Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan antara 1946-1947.
Pengacara Liesbeth Zegveld mengatakan, ini adalah kali pertama jumlah spesifik disebutkan meskipun pengadilan Belanda sudah pernah mendengar kasus serupa.
"Pengadilan menganggap bahwa sebelas orang tewas akibat kelakuan buruk tentara Belanda. Sebagian besar kasus melibatkan eksekusi mati di luar hukum," kata hakim.
Juru bicara pengadilan Hakim Jeanette Honee mengatakan, jumlah tertinggi dibayarkan kepada seorang pria yang ketika 10 tahun melihat ayahnya dibunuh.
Sejumlah istri yang ditinggal para korban pembunuhan juga menerima kompensasi hingga 3.600 euro, sementara anak-anak korban menerima ganti rugi dengan nilai yang lebih sedikit berdasarkan usia mereka saat peristiwa berlangsung.
Para hakim Belanda mendasarkan jumlah yang relatif rendah pada pendapatan yang diperoleh oleh para pria, yang katanya sekitar 100 euro per tahun pada saat itu.
Baca: Asal-usul Bendera KKB Papua Bintang Kejora, Ternyata Buatan Belanda dan Dipakai Logo Klub Sepak Bola
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: Kapal Belanda De Zeven Provincien Dibom di Sumatra Karena Krunya memberontak
"Pengadilan mengakui bahwa jumlah rendah ini tidak proporsional dengan rasa sakit dan kesedihan yang dieksekusi oleh suami dan ayah telah menyebabkan janda dan anak-anak," kata pengadilan dalam sebuah pernyataan.
"Jumlah yang diberikan tidak dimaksudkan untuk menggantikan kehilangan, hanya kerusakan materi dalam bentuk mata pencaharian yang hilang."
Sementara itu, pengadilan Belanda juga sedang mendengarkan beberapa kasus ahli waris lainnya yang meminta kompensasi atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukan kolonial Belanda selama apa yang disebut tindakan pembersihan untuk membasmi pejuang kemerdekaan Indonesia.
Setidaknya 860 orang terbunuh oleh regu tembak, sebagian besar antara Desember 1946 dan April 1947 di Sulawesi.
Pemerintah Belanda meminta maaf pada tahun 2013 atas pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan kolonialnya dan mengumumkan kompensasi kepada para janda dari mereka yang meninggal.
Beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke Indonesia, Raja Belanda Willem-Alexander menyampaikan permohonan maaf atas kekerasan yang dilakukan Belanda setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Hal tersebut disampaikan Raja Willem dihadapan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat.
"Di tahun-tahun setelah diumumkannya proklamasi, terjadi sebuah perpecahan yang menyakitkan dan mengakibatkan banyak korban jiwa," kata Raja Willem, sikutip dari Kompas.com.
"Senada dengan pernyataan Pemerintah Belanda sebelumnya, saya ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan yang berlebihan dari pihak Belanda di tahun-tahun tersebut," sambungnya.
Baca: Keris Pangeran Diponegoro Kembali, Ini Cerita Sejarawan UGM yang Ikut Memverifikasi
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: 31 Desember 1799 – Maskapai Dagang Belanda VOC Dibubarkan karena Bangkrut
Raja Willem-Alexander juga mengatakan bahwa Pemerintah Belanda telah mengakui kemerdekaan Indonesia secara politik dan moral sejak tahun 2005.
Raja Willem menyatakan bahwa sejarah masa lalu memang tak bisa dihapus dan harus diakui oleh generasi selanjutnya.
Ia juga menyadari bahwa luka dan kesedihan keluarga dari korban penjajahan masih terasa hingga saat ini.