Kisah BJ Habibie yang Pernah Tersinggung atas Sepucuk Surat dari PM Australia John Howard

Kilas balik tahun 1999 Presiden BJ Habibie pernah mendapat surat dari PM Australia John Howard yang membuatnya tersinggung


zoom-inlihat foto
bj-habibie-dan-john-howard.jpg
abc.net.au (AP Istimewa)
Presiden BJ Habibie dan PM John Howard bertemu Nusa Dua, Bali, pada 27 April 27 1999, untuk membahas situasi di Timor Timur.


"Arah yang dia tempuh sudah sejalan dengan arah yang dikehendaki oleh isi surat itu," kata Howard.

"Hanya saja dia bergerak lebih jauh lagi. Dia melaju 20 mil bukan lima mil," kata Howard mengenai langkah Habibie menawarkan referendum.

Dituturkan kepada ABC, Habibie menyatakan adalah suatu penghinaan ketika PM Howard menyarankan untuk menurunkan pasukan penjaga perdamaian ke Timtim sebelum referendum.

Klaim Amerika atas Perannya dalam Kemerdekaan Timtim

Kilas balik peristiwa lepasnya Provinsi RI ke-27 itu telah diketahui luas.

Namun demikian, anggapan bahwa Australia berperan besar dalam kemerdekaan Timtim mulai terbantahkan pada akhir Agustus 2019.

Sebuah dokumen intelijen Amerika Serikat yang baru saja dilakukan deklasifikasi mengungkap bahwa justru pihak Amerika Serikat yang menekan Jenderal Wiranto untuk menghentikan kekerasan pasca referendum dan memungkinkan masuknya pasukan penjaga perdamaian Interfet (International Force for East Timor) atau pasukan perdamaian internasional untuk Timor Timur.

Dokumen yang diunggah oleh ABC ini mengklaim bahwa AS, bukan Australia yang memaksa Indonesia menerima Interfet setelah 78,5 persen rakyat di sana memilih opsi merdeka.

Dokumen tersebut juga mengindikasikan bahwa Australia sama sekali tidak mendukung atau merencanakan misi penjaga perdamaian sampai menit-menit terakhir.

Kendati demikian, bertahun-tahun setelah referendum, PM Howard selalu menyatakan 'pembebasan' Timor Leste adalah salah satu pencapaian paling membanggakan dirinya sebagai perdana menteri.

Profesor Clinton Fernandes dari University of NSW pada tahun 1999 yang bekerja sebagai analis intelijen untuk Timor Timur di Australian Theatre Joint Intelligence Centre (ASTJIC) Sydney berkomentar terkait sikap Australia.

Menurut Clinton Fernandes, sikap Australia saat itu dapat diartikan sebagai 'memberikan perlindungan diplomatik untuk kegiatan militer Indonesia'.

"Howard dan (Menlu Alexander) Downer berusaha keras untuk melindungi TNI," kata Prof. Clinton Fernandes.

"Kabel diplomatik AS ini mengkonfirmasi bahwa kebijakan Pemerintahan Howard adalah menjaga Timtim tetap jadi bagian Indonesia dan pada akhirnya terpaksa mengubah sikap," katanya.

Kabel diplomatik tertanggal 9 September 1999 dari Kedutaan AS di Canberra menceritakan pertemuan pribadi selama 40 menit antara Laksamana Dennis Blair, saat itu Komandan Pasukan Amerika di Pasifik dengan Jenderal Wiranto.

Catatan dua lembar dari Laksamana Blair menunjukkan tekanan kepada Jenderal Wiranto untuk 'menarik diri dari ambang bencana'.

"Meskipun ada jaminan bahwa TNI dapat menjaga keamanan di Timor Timur, meski TNI mengirim sejumlah besar pasukan baru ke sana dan mengambil langkah luar biasa dengan memberlakukan darurat militer, Timor Timur berada dalam anarki," tulis Laksamana Blair.

Beberapa hari setelah Laksamana Blair menemui Jenderal Wiranto, Indonesia mengizinkan pasukan Interfet masuk ke Timtim.

Dalam pertemuan Presiden Habibie dan PM Howard di Nusa Dua, Bali pada 27 April 1999, Habibie menjawab pertanyaan wartawan ABC.

"Satu-satunya keprihatinan terbesar saya adalah untuk rakyat Timtim yang tidak berdosa", ungkap Habibie.

Baca: Kisah Hayfa Adi, Imigran Australia yang Diculik ISIS, Suaminya Dihilangkan

Baca: Program Migran Terbuka, Australia Terima 1010 Dosen Asing

Baca: Empat WN Australia Dideportasi Karena Dugaan Mengikuti Unjuk Rasa Pro-Kemerdekaan di Papua Barat

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved