Keputusan Sritex pailit itu berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor padai Senin 21 Oktober
Perusahaan yang berbasis di Sukoharjo ini digugat pailit oleh vendornya PT Indo Bharta Rayon karena polemik utang yang belum terbayarkan. Adapun perkara ini telah didaftarkan sejak 2 September 2024.
Sritex bersama dengan perusahaan afiliasinya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dianggap telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon.
Rugi dan utang menggunung
Banyak publik yang mungkin terkejut dan belum percaya bagaimana perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara ini bisa dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Utang yang menggunung selama bertahun-tahun disebut-sebut jadi penyebab utama rontoknya bisnis raksasa tekstil ini. Sritex pailit karena harus menanggung utang pokok plus bunga yang besar, sementara pendapatannya seret.
Melansir laporan keuangan terbaru perseroan, yakni Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024 yang dirilis perusahaan, total utang Sritex mencapai 1,597 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600).
Jika dirinci, utang jumbo yang ditanggung Sritex ini meliputi utang jangka pendek sebesar 131,41 juta dollar AS, dan utang jangka panjang 1,46 miliar dollar AS.
Untuk utang jangka panjang, porsi terbesar adalah utang bank yang mencapai 809,99 juta dollar AS, lalu disusul utang obligasi sebesar 375 juta dollar AS.
Di sisi lain, aset perusahaan juga mengalami penurunan. Per 30 Juni 2024, perusahaan mencatatkan aset 617,33 juta dollar AS, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 648,98 juta dollar AS.
Dengan demikian, jumlah aset perusahaan jauh di bawah kewajiban yang ditanggung Sritex.
Keuangan Sritex yang berdarah-darah dengan tanggungan utang sangat besar ini, semakin diperparah dengan penjualan perusahaan yang sempoyongan.
Masih merujuk pada laporan keuangan terbarunya, perusahaan hanya bisa mencatatkan penjualan sebesar 131,729 juta dollar AS pada semester I 2024, turun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 166,9 juta dollar AS.
Di sisi lain, beban penjualannya lebih besar yakni 150,24 juta dollar AS. Artinya, uang yang masuk dari penjualan tekstil tak mampu menutupi ongkos produksinya.
Sepanjang semester pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp 402,66 miliar.
Sementara pada tahun 2023, Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,73 triliun. Di tahun 2022 Sritex juga merugi 391,56 juta dollar AS, bahkan di 2021 perusahaan ini merugi hingga 1,06 miliar dollar AS.
Baca: Update Kebakaran Gudang Kapas PT Sritex, Hingga Sabtu Pagi Titik Api Masih Terlihat, Cek Videonya!
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) segera mengkaji sejumlah opsi untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang baru-baru ini dinyatakan pailit.
Hal itu disampaikan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis, Jumat (25/10).
"Pemerintah akan segera mengambil langkah untuk menyelamatkan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang," katanya.
“Presiden Prabowo sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kemenkeu, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex," sambungnya.