Rekso Roemekso yang diujung tanduk karena terancam dibubarkan pemerintah kolonial, akhirnya dibantu oleh Tirto Adhi Soerjo menjadi SDI cabang solo yang memiliki badan hukum.
Bahkan Tirto turut merumuskan dan menandatangani anggaran dasar SDI cabang Solo pada November 1911.
Keaktifannya di bidang jurnalistik masih ditandai dengan kepengurusannya menjadi kolomnis di 14 surat kabar antara lain, Pembrita Betawi, Soenda Berita, Medan Prijaji, Soeloeh Keadilan, Poetri Hindia, Sarotomo, Soeara B.O.W., Soara Spoor dan Tram Soearaurna.
Karena tulisan-tulisan di medianya yang begitu lantang melawan pemerintah kolonial Belanda, Tirto Adhi Soerjo kemudian dikriminalisasi, ia dijerat delik pers dan diajukan ke meja hijau.
Medan Prijaji diberedel, di penghujung 1912, Tirto Adhi Soerjo kemudian diasingkan ke Maluku.
Sepulang dari pembuangan dan kembali ke Batavia, pengaruhnya sudah melemah, harta dan asetnya ludes disita negara, teman-temannya pun beranjak menjauh.
Selepas masa pengasingan, jejak pena Tirto Adhi Soerjo seolah dimusnahkan oleh pemerintah Belanda karena pemerintah Belanda yang terus menerus memata-matainya secara intensif.
SDI cabang Bogor yang diprakarsainya pun ikut terbengkalai.
Di sisi lain, SDI cabang Solo yang dikomandoi oleh Haji Samanhoedi jauh lebih berkembang pesat dan lebih dikenal daripada SDI milik Tirto Adhi Soerjo.
Haji Samanhoedi merangkul Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin SDI cabang Surabaya, untuk membesarkan SDI bersama-sama.
Inilah yang di kemudian hari menjadi cikal bakal organisasi Sarekat Islam, organisasi massa terbesar di Indonesia.
Tirto sendiri akibat gerak geriknya selalu diawasi dan dibatasi oleh penguasa kolonial, kesehatan fisik dan mentalnya pun menurun drastis.
Bahkan ia nyaris kehilangan ingatan dan akal sehat yang disebabkan penderitaan fisik dan batik yang menyerang dari segala sisi.
Ia akhirnya harus menyerah pada ajal dalam kesepiannya pada 7 Desember 1918 di usia 38 tahun.
55 tahun kemudian, pemerintah menetapkannya sebagai Bapak Pers Nasional.
Akhirnya Tirto Adhi Soerjo memperoleh gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana pada 10 November 2006. (15)
Gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada Tirto Adhi Soerjo melalui SK Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006.