Ada pesawat jatuh, banjir, banjir bandang, gempa, hingga erupsi gunung.
Gempa bermagnitudo 6,2 yang berpusat di Kabupaten Majene mengguncang Tana Maleqbi, Sulawesi Barat.
Gempa itu mengakibatkan 90 orang meninggal dunia, dan ratusan luka-luka akibat terkena reruntuhan bangunan.
Korban terbanyak di Kabupaten Mamuju sebanyak 79 orang dan 11 orang di Kabupaten Majene.
Tidak hanya meruntuhkan sejumlah bangunan rumah dan perkantoran.
Guncangan gempa juga mengakibatkan akses jalan terputus dan tertimbun material longsor.
Dua desa berpenduduk 610 kepala keluarga (Desa Popenga 290 Kepala Keluarga dan 320 di Desa Ulumanda).
Warga di desa itu, pun harus bertahan dengan stok pangan yang ada.
Pasalnya, untuk menuju pasar di pusat pemerintahan Kecamatan Ulumanda, mereka tidak dapat menjangkau.
Baca: Lagi, Gempa ke-39 Kali Guncang Majene dan Mamuju, Tiga Daerah di Majene Masih Terisolir
Selain akses jalan yang rusak, warga Desa Popenga dan Desa Ulumanda juga dirundung kegelapan malam hari.
Jaringan kabel listrik yang baru enam bulan mengaliri desa mereka, terputus saat gempa terjadi.
Itu karena, tiang listrik menuju desa rebah akibat longsor.
Secara geografis, posisi ke dua desa ini tergolong daerah terpencil di Kabupaten Majene.
Pasalnya, sebelum gempa terjadi, warga desa yang hendak ke Kecamatan Ulumanda harus menempuh perjalanan darat menggunakan motor dengan waktu tempu dua hingga tiga jam.
Sudah sepekan, mereka bertahan dengan stok pangan seadanya.
Jumat, (23/1/2021) pagi, TNI Angkatan Laut menerbangkan heli tempur jenis panther dari KRI dr Soeharso yang sandar di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Mamuju.
Pemberangkatan itu untuk memenuhi kebutuhan pangan warga Desa Ulumanda dan Desa Popenga.
Heli diterbangkan Pilot Lettu Laut (P) Baron dan Co-pilot Lettu Laut (P) Rayendra.
Lebih kurang 30 menit mengudara, bantuan bahan makanan yang diangkut dari KRI dr Soeharso itu pun tiba.