Lalu Ervina menuju ke RS swasta lainnya dengan kondisi hamil tua dan kembali ditolak dengan alasan yang hampir sama.
Baca: Remdesivir
Baca: 4 Faktor Pemicu Kasus Positif Virus Corona Capai Rekor 1.331 Kasus dalam Sehari
Ervina pun kembali mengunjungi RS swasta lainnya dan menjalani rapid test dengan membayar Rp600.000.
Hasilnya, reaktif atau positif virus corona dan kemudian disarankan menjalani swab test dengan biaya sekitar Rp2,4 juta.
"Namun pasien tidak sanggup bayar tes yang mahal itu ... lalu keluarga membawa ke RS lainnya, dan saat dicek bayinya sudah tidak bergerak, sudah meninggal."
"Prediksi dokter, menurut hasil USG, bayi itu kurang atau lebih dari 20 jam sudah tidak bergerak. Sekarang Ervina sudah di RSUP Wahidin Sudirohusodo untuk operasi," katanya.
Alita menjelaskan, ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan yang membutuhkan perlakuan khusus sehingga dibutuhkan tindakan cepat saat kondisi darurat.
"Beruntung bagi mereka yang ekonomi baik karena bisa dapat fasilitas terbaik di RS mahal, tapi bagaimana dengan ibu-ibu yang ekonomi kurang, harus bekerja, dan hamil pula? Mereka itu harus diperhatikan, agar jangan sampai ada Ervina, Ervina lainnya," katanya.
Selain itu Alita juga meminta kepada pemerintah khususnya unit layanan kesehatan terkecil yaitu Puskesmas untuk proaktif mendata, mengontrol dan membantu para ibu hamil sehingga tidak lagi terjadi apa yang dialami Ervina yang sedang hamil tua namun harus pergi ke tiga RS berbeda dan ditolak.
Pengamat kebijakan publik dari dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyebut saat ini terjadi 'komersialisasi' tes virus corona yang dilakukan rumah sakit swasta akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini.
"Banyak RS saat ini yang memanfaatkan seperti aji mumpung dengan memberikan tarif yang mahal dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Itu akibat dari tidak ada aturan dan kontrol dari pemerintah," kata Trubus.
Untuk itu, menurut Trubus terdapat dua solusi yang perlu dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah 'komersialisasi' tes virus corona ini.
Pertama, pemerintah menanggung semua biaya uji tes ini, baik rapid maupun swab test berdasarkan keputusan pemerintah tentang penetapan kedaruratan virus corona dan penetapan Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam dan diperkuat dalam penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang yang salah satu isinya tentang pembiayaan penanganan pandemi Covid-19.
"Artinya, pemerintah bertanggung jawab dalam pembiayaan Covid, termasuk uji tes virus corona. Sehingga masyarakat yang mau tes tidak perlu bayar," katanya.
Kedua, jika anggaran negara terbatas, pemerintah harus mengeluarkan aturan khusus yang mengatur pelaksanaan tes Covid-19, baik untuk rumah sakit swasta maupun pemerintah.
"Karena hingga sekarang tidak ada aturan khusus tentang ini. Pemerintah harus turun tangan menetapkan harga standar yang terjangkau."
"Lihat sekarang rapid test itu sekitar Rp 500.000 dan PCR sampai Rp2 juta. Itu sangat mahal. Ditambah lagi masa berlaku rapid test hanya tiga hari dan swab test hanya tujuh hari. Artinya tes menjadi kewajiban untuk kondisi tertentu," katanya.
Di Jakarta, harga tes virus corona bervariasi.
Untuk rapid test berkisar dari Rp 300.000 hingga Rp 500.000, sementara untuk swab test berkisar dari Rp1,5 juta hingga Rp 5 juta, tergantung dari seberapa lengkap pengecekan yang ingin diperiksa.