- Dalam beberapa kasus, pendarahan internal dan eksternal (misal pendarahan pada gusi)
- Dalam beberapa kasus, jumlah sel darah putih yang rendah serta peningkatan enzim hati.
Baca: Epidemiolog Jelaskan Alasan Mengapa Kasus Penyebaran Covid-19 di Jawa Timur Terus Meningkat
Oleh karena gejala yang mirip, sulit untuk membedakan ebola dengan beberapa penyakit lain seperti malaria dan tifus.
Ibu hamil punya kerentanan dan tingkat keparahan yang lebih tinggi dalam kasus ebola.
Oleh karena itu, diagnosis ebola terutama bagi ibu hamil dapat dilakukan lewat beberapa metode berikut:
- Tes antibodi Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
- Tes antigen
- Tes netralisasi serum
- Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
- Mikroskopi elektron
- Isolasi virus melalui kultur sel.
Pasien yang menderita penyakit ebola harus mendapat perawatan medis. Pemasangan infus dan tata laksana sesuai gejala penting untuk dilakukan.
Sampai saat ini, belum ada pengobatan spesifik untuk penderita ebola. Namun, ada beberapa perawatan potensial seperti terapi imun, sel darah, dan obat yang tengah dievaluasi.
Vaksin resmi ebola sampai saat ini belum ditemukan. Meski demikian, pada 2015, vaksin eksperimental ebola dikembangkan di Guinea.
Vaksin bernama rVSV-ZEBOV itu diuji kepada 11.841 orang. Dari 5.837 orang yang menerima vaksin, tidak ada kasus ebola ditemukan selama 10 hari dan setelahnya.
Sebagai perbandingan, ada 23 kasus dalam 10 hari terjadi pada populasi yang tidak menerima vaksin tersebut. Vaksin rVSV-ZEBOV digunakan pada outbreak ebola di Kongo pada 2018-2019.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadi Epidemi di Afrika, Bagaimana Gejala hingga Pengobatan Ebola?" dan "Ebola Kembali Muncul di Kongo, Virus Apa Itu dan Bagaimana Penyebarannya?"