Jadi Korban Konflik Politik Amerika Serikat vs China, Kini Banyak Warga Hong Kong Ingin Bermigrasi

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terminal keberangkatan di Hong Kong International Airport.

"Mereka bahkan tidak bertanya apa yang perlu mereka investasikan di Taiwan dan berapa biaya agensi."

Baca: Kematian Covid-19 di India Lampaui China, Ini 10 Negara dengan Kasus Positif Terbanyak di Dunia

Baca: Hasil Uji Coba Klinis Kedua Aman, China Bersiap Produksi Massal Vaksin Covid-19 Jelang Akhir 2020

Menurut Chang Heung-Lin, hasrat pindah dari penduduk Hong Kong saat ini lain dari biasanya, karena tak ingin hidup dalam cengkraman pemerintahan China, alih-alih berinvestasi atau orientasi bisnis.

"Ini tidak biasa bagi penduduk Hong Kong yang pikirannya berorientasi bisnis,” katanya.

“Kebanyakan dari mereka ingin segera menandatangani kontrak, memulai proses (emigrasi) secepat mungkin.”

Duduk perkara status Hong Kong

Pemerintahan Donald Trump menginformasikan kepada Kongres AS pada hari Rabu (27/05/2020), bahwa negara kota itu bukan lagi daerah otonom dari China.

Dampaknya pun luar biasa karena secara administratif dan legal akan mencabut Hong Kong dari hak istimewanya sebagai pusat keuangan global dalam aktivitas ekonomi dan bisnis Amerika Serikat selama ini.

Hal itu pun juga akan turut memukul China, mengingat Hong Kong sudah lama menjadi gerbang bagi China untuk masuk ke dalam perdagangan dan bisnis internasional. 

Dan tujuan Washington mencabut status istimewa Hong Kong adalah semata-mata untuk memberi efek negatif tersendiri bagi China.

Melansir South China Morning Post, penilaian ini merupakan langkah penting AS dalam memutuskan apakah Hong Kong akan terus menerima perlakuan ekonomi dan perdagangan istimewa dari Washington atau tidak.

Presiden China. Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (kompasiana.com)

"Tidak ada orang yang memiliki alasan yang dapat menyatakan hari ini bahwa Hong Kong mempertahankan otonomi tingkat tinggi dari China, mengingat fakta di lapangan," jelas Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan.

“Keputusan ini tidak membuat saya senang. Akan tetapi penentuan kebijakan yang sehat membutuhkan pengakuan berdasarkan realita.”

Sertifikasi Departemen Luar Negeri adalah sebuah rekomendasi dan tidak serta-merta mengarah ke langkah berikutnya.

Para pejabat AS, termasuk Presiden Donald Trump, sekarang harus memutuskan sejauh mana sanksi atau tindakan kebijakan lain harus ditujukan kepada Hong Kong.

"Sementara Amerika Serikat pernah berharap bahwa Hong Kong yang bebas dan makmur akan memberikan model untuk China yang otoriter, sekarang jelas bahwa China menjadi contoh bagi Hong Kong," kata pengumuman Pompeo.

Di bawah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang disahkan oleh Kongres AS pada bulan November, pemerintah harus memutuskan setiap tahun apakah pemerintahan Hong Kong berbeda dengan China atau tidak.

Opsi sanksi yang tersedia bagi pemerintah AS -yang menurut analis sebagian besar mungkin tergantung pada reaksi Beijing- termasuk tarif perdagangan yang lebih tinggi, aturan investasi yang lebih ketat, pembekuan aset, dan peraturan visa yang lebih berat.

Langkah ini mengirim gelombang kejutan melalui lingkaran kebijakan China dan Hong Kong.

(Tribunnewswiki.com/Ris)



Penulis: Haris Chaebar
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer