Mereka juga mengatakan, isolasi virus hidup dari swab tenggorokan adalah perbedaan lain (Covid-19) dari SARS, di mana isolasi seperti ini jarang berhasil (pada SARS).
"Secara keseluruhan, hal-hal ini menunjukkan adanya replikasi virus secara aktif pada jaringan saluran pernapasan atas," tulis mereka, dikutip dari Kompas.com.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Christian Drosten dari Charité University Hospital di Berlin dan Clemens Wendtner dari Schwabing Clinic di Munich ini telah dipublikasikan dalam jurnal Nature mencoba menjelaskan temuan mereka dengan mengutip hasil penelitian Fudan University di Shanghai.
Hasil penelitian Fudan University yang dipublikasikan pada bulan lalu menemukan bahwa meskipun mirip dengan virus SARS, tonjolan mahkota (spike) pada virus penyebab Covid-19 memiliki fitur-fitur khusus yang membuatnya lebih mudah mengikat pada reseptor sel manusia yang disebut ACE2.
Fitur inilah, ujar tim peneliti Jerman, yang membuat Covid-19 bisa hidup dan mereplikasi diri di saluran pernapasan atas yang memiliki lebih sedikit reseptor ACE2 daripada paru-paru.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Belum Sampai Puncak Pandemi Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua"