Indonesia Belum Capai Puncak Pandemi Corona, Ahli Sudah Ingatkan Potensi Gelombang Wabah Kedua

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Virus corona

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Para ahli menyatakan wabah Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncak pandemi.

Namun, jika sistem melemah, masyarakat juga harus bersiap pada gelombang kedua pandemi virus corona.

Hal tersebut dikemukakan Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof. Akmal Taher.

"Saya kira memang gelombang kedua (pandemi) itu bisa terjadi, saat puncak sudah lewat, yang sakit itu sudah turun," kata Akmal dalam diskusi daring bertajuk Hari Kesehatan Dunia 2020: Aksi Nyata Masyarakat Sipil di Masa Pandemi, Kamis (9/4/2020), dikutip dari Kompas.com.

Potensi terjadinya gelombang kedua pandemi di Indonesia ini tetap terbuka.

Terlebih jika sistem yang saat ini sudah dibuat oleh pemerintah dan dilakukan oleh masyarakat sipil melonggar.

Saat pandemi sudah mencapai puncaknya, sebaiknya pemerintah dan masyarakat tetap bekerjasama dan terus berkoordinasi.

Kemudian terus melakukan berbagai sistem strategis hingga transmisi Covid-19 ini benar-benar berakhir.

Apabila tidak, maka bisa terjadi hal yang dialami China.

Baca: Reuni di Satu Kamar Kos Saat Pandemi Corona, 15 Remaja Putra-Putri Digerebek Satpol PP Kota Kediri

Baca: Peneliti Sebut Ada Tiga Jenis Virus Corona, Terungkap Akar dari Pandemi Covid-19 Saat Ini

Ilustrasi wabah Covid-19 (pixabay.com)

Yakni transmisi masih terjadi saat masyarakat sudah merasa aman saat wilayahnya sudah melewati puncak pandemi.

 

Kemudian, jika ada satu wilayah yang ditemukan lagi kasus infeksi, akan di lockdown wilayah tersebut.

Akmal berkata, saat jumlah kasus terjadi penurunan setelah mencapai puncaknya nanti.

Bukan berarti di masyarakat tidak ada sama sekali transmisi atau penularan terjadi tanpa diketahui.

"Kalau sistem tetap jalan itu bisa teratasi.

Tapi kalau sistem kita longgar.

Wah, itu masih mungkin terjadi (gelombang kedua pandemi virus corona di Indonesia)," ujar dia.

PSBB bukan lockdown

Dijelaskan Akmal bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah bukanlah karantina wilayah atau berbeda dengan sistem lockdown yang diterapkan oleh negara China.

"Menurut saya kita lihat PSBB ini, lihat implementasinya.

Kalau bagus kita support.

Kalau tidak bisa dievaluasi," ujar dia.

Namun, disarankan oleh Akmal, seharusnya PSBB ini seharusnya tidak hanya ditetapkan atau diterapkan kepada daerah atau wilayah yang sudah banyak jumlah kasusnya saja.

Melainkan, seharusnya PSBB ini juga baik diterangi pada wilayah atau daerah yang saat ini masih relatif sedikit jumlah kasusnya.

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi potensi terjadinya transmisi atau penularan lokal.

"Bagusnya justru (wilayah) baru sedikit jumlah kasusnya itulah harus dikerjakan (PSBB) itu," tutur dia.

Jika di wilayah yang relatif masih sedikit juga sistem pencegahannya longgar, maka bisa berpotensi menjadi seperti Jakarta berikutnya.

Prinsip pencegahan sebenarnya adalah mencegah lokal transmision atau penularan virus SARS-CoV-2 yang terjadi antar masyarakat setempat, dan itu sudah harus dilakukan oleh banyak wilayah bukan hanya Jakarta.

"Kita mencegah terjadinya lokal transmision (virus corona), karena kalau sudah ada lokal transmision bisa jadi seperti Jakarta," jelas Akmal.

Alasan Virus Corona Begitu Menular

Hingga hari ini, jumlah pasien yang terinfeksi virus corona telah mencapai 1,85 Juta Orang.

Padahal, virus corona baru terdeteksi oleh dunia selama 3,5 bulan terakhir.

Menurut para peneliti di Jerman, kecepatan virus corona menular dari satu orang ke orang lainnya disebabkan oleh letak virus ini mereplikasi diri.

Tidak seperti SARS, virus corona penyebab Covid-19 ternyata bisa hidup dan mereplikasi diri di tenggorokan.

Baca: Ratu Tisha Mundur dari PSSI : Hati Saya Kalau Dibelah, Isinya Hanya Sepakbola

Baca: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr H Bob Bazar Lampung Selatan

Virus juga ditemukan bisa menyebar dari saluran pernapasan atas, lebih awal dari penyakit SARS yang mewabah pada tahun 2003.

Konklusi ini didasarkan pada perawatan klinis yang didapatkan oleh 9 pasien Covid-19 di rumah sakit Munich.

Kesembilan pasien adalah pekerja profesional berusia muda hingga paruh baya yang memiliki gejala Covid-19 ringan.

Hasil swab tenggorokan yang diambil dari pasien pada minggu pertama menunjukkan bahwa semua pasien positif virus corona.

Ilustrasi tahapan tes virus corona atau penyakit Covid-19. (freepik)

Ini jauh lebih tinggi dibanding pasien SARS yang bila diswab pada tahap yang sama hanya akan menunjukkan hasil positif dengan kemungkinan kurang dari 40 persen.

Muatan virus pada swab tenggorokan pasien Covid-19 dan SARS juga sangat berbeda.

Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Nature, tim peneliti menulis, pada studi kali ini, konsentrasi puncak sudah tercapai sebelum hari ke-5, dan hasilnya 1.000 kali lebih tinggi dibanding puncak muatan virus swab tenggorokan SARS.

Mereka juga mengatakan, isolasi virus hidup dari swab tenggorokan adalah perbedaan lain (Covid-19) dari SARS, di mana isolasi seperti ini jarang berhasil (pada SARS).

"Secara keseluruhan, hal-hal ini menunjukkan adanya replikasi virus secara aktif pada jaringan saluran pernapasan atas," tulis mereka, dikutip dari Kompas.com.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Christian Drosten dari Charité University Hospital di Berlin dan Clemens Wendtner dari Schwabing Clinic di Munich ini telah dipublikasikan dalam jurnal Nature mencoba menjelaskan temuan mereka dengan mengutip hasil penelitian Fudan University di Shanghai.

Hasil penelitian Fudan University yang dipublikasikan pada bulan lalu menemukan bahwa meskipun mirip dengan virus SARS, tonjolan mahkota (spike) pada virus penyebab Covid-19 memiliki fitur-fitur khusus yang membuatnya lebih mudah mengikat pada reseptor sel manusia yang disebut ACE2.

Fitur inilah, ujar tim peneliti Jerman, yang membuat Covid-19 bisa hidup dan mereplikasi diri di saluran pernapasan atas yang memiliki lebih sedikit reseptor ACE2 daripada paru-paru.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Ellyvon Pranita/Shierine Wangsa Wibawa)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Belum Sampai Puncak Pandemi Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua"



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer