"Saya tidak boleh cacat, saya bela sampai kapan pun," tegas Helmy Yahya.
Selain itu, kata Helmy Yahya, tujuan gugatan juga agar ke depan tidak ada lagi kejadian pemberhentian di TVRI secara tidak benar, seperti yang ia alami.
"Saya tidak ingin terjadi lagi, karena gampang sekali seseorang direksi dengan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 13 Tahun 2005 itu diberhentikan, tidak ada ruang komunikasi," tuturnya.
"Ini (TVRI) lagi bagus-bagusnya, tapi saya tetap diberhentikan," imbuhnya.
Helmy Yahya menjelaskan, saat Surat Pemberhentian Rencana Pemberhentian (SPRP) kepada dirinya disampaikan pada 4 Desember 2019, diberikan waktu satu bulan untuk menyampaikan pembelaan.
Dalam menyikapi hal tersebut, Helmy Yahya mengaku menyampaikan berkas pembelaan sebanyak 27 halaman dengan lampiran 1.200 halaman.
"Tapi apa yang terjadi? Dewan pengawas sebenarnya punya waktu dua bulan dari tanggal 17 Desember 2019 saya masukan (berkas pembelaan)."
"Mereka punya dua bulan untuk menolak atau menerima atau membiarkan, tidak sampai sebulan saya dipanggil," paparnya.
"Saya tidak tahu, apakah pembelaan saya dibaca atau tidak."
"Pembelaan saya ditolak, selesai.
Saya resmi tidak lagi menjadi direktur utama TVRI."
"Tidak ada hearing, tidak ada permintaan klarifikasi," beber Helmy Yahya.