RF kemudian membekap hidung dan mulut korban dengan kain sementara JP memegang kedua tangan korban.
ZH, yang berbaring di samping kiri korban menindih kaki korban agar tidak bergerak sambil menenangkan anaknya yang sempat terbangun.
Setelah dipastikan korban tidak lagi bernafas, ZH yang saat itu mengenakan daster motif pelangi memasangkan korban dengan pakaian olah raga berwarna hijau dan juga jam tangannya.
Setelah itu, ketiganya berdebat karena melihat ada lebam di hidung korban.
Perdebatan itu terjadi karena dalam skenarionya, korban meninggal dunia karena jantung.
Adanya lebam itu, membuat skenario pertama gagal sehingga harus dibuang karena kalau ketahuan polisi bisa mencurigainya.
Perdebatan itu, dilakukan ketiga tersangka sambil duduk di lantai, di samping tempat tidur yang di atasnya tergolek terlentang mayat seorang hakim di PN Medan.
Adegan berlanjut, JP dan RF disuruh ke lantai tiga.
Adegan itu dilewati dan dilanjutkan dengan adegan selanjutnya dengan membawa korban ke mobil sekitar pukul 03.00-04.00 WIB.
Menurut Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, rangkaian adegan di rumah korban berakhir pada jam 04.00 WIB tanggal 29 November 2019.
"Perdebatan yang terjadi karena tidak sesuai dengan rencana awal. Karena di skenario kan pelaku korban meninggal karena serangan jantung," kata Martuani Sormin.
"Istri korban masih sempat tidur dengan jasad suaminya selama kurang lebih tiga jam sebelum dibuang jasad itu," ungkapnya.