Belakangan, Muklis tak bisa mengelak.
Pasalnya, foto dirinya terpampang jelas di dinding pemberitahuan pelayanan panti tersebut yang berada di lobi.
Di salah satu foto itu, Muklis berdiri bersama keluarganya yang menjemput.
"Pak coba ke sini. Ini siapa? Yang jemput siapa ini?" tanya seorang petugas kepada Kakek Muklis.
Perlahan ingatan Muklis kembali pulih.
Ia pun mengakui bahwa orang-orang yang di foto itu adalah sanak saudaranya yang beberapa tahun silam datang menjemputnya.
Petugas kemudian menggiring Muklis masuk dalam panti.
Kakek Muklis kepergok mengemis di depan salah satu bank swasta di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan.
Ia langsung masuk ke dalam bank agar tak diamankan petugas Dinas Sosial, dengan pura-pura ingin menukarkan sejumlah uang hasil mengemis.
"Ditegur dia marah dan masuk ke dalam bank. Pihak sekuriti menahan kita masuk dan bilang tunggu sampai di luar," ungkap Yunus, petugas yang memergoki Muklis.
Setelah keluar, Muklis segera diamankan oleh petugas Dinsos lalu digiring masuk ke dalam mobil operasional Sudin Sosial Jakarta Selatan yang membawanya ke panti.
"Awalnya enggak bilang kalau mengemis. Bilangnya usaha. Namun, enggak mungkin. Di sini dia enggak punya rumah dan saudara," Yunus menambahkan.
Akhirnya, setelah petugas menginterogasinya, Kakek Muklis mengaku mengemis.
Petugas sempat memeriksa isi tas ransel Muklis di dalam mobil Dinso dan jumlah uang hasil mengemis di hari ia diamankan mencapai 194 juta.
Menurut Yunus, petugas di lapangan yang mengamankan baru menghitung uang hasil mengemis Muklis sebanyak Rp 182 juta.
Yunus melihat ada berlembar-lembar uang pecahan Rp 100 ribu sebanyak 18 ikat. Tiap ikatnya senilai Rp 10 juta.
Ia juga menemukan berlembar-lembar uang pecahan Rp 50 ribu di amplop terpisah totalnya senilai Rp 2 juta.
Dikatakan Yunus, petugas kembali menghitung ulang uang Muklis di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1.