Menurut Burhan, operasi penumpasan itu dilakukan bersama tentara.
"Karena masyarakat dan organisasi Islam juga menaruh dendam, kami pun sering bergerak sendiri," kata Burhan.
Baca: Muak karena Wajib Buat Surat ‘Tidak Terlibat G30S’ , Soe Hok Gie: Surat yang Tidak Ada Gunanya
Sebagai staf satu dalam Laskar Ampera Aris Margono dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Burhan mengaku telah mengantongi “License to kill”.
Ada 10 orang yang diberi pistol dan kemudian dilatih di Kaliurang, Yogyakarta.
Pistol yang digunakan adalah pistol jenis FN.
Burhan mengaku sering datang ke markas Kostrad yang saat itu bertempat di Gedung Wanitatama, di Yogyakarta untuk meminta peluru.
Di wilayah Yogyakarta, Burhan menggelar operasi untuk mencari anggota, tokoh, maupun simpatisan PKI.
Operasi yang ia lakukan hampir setiap hari ini dimulai pada akhir 1965 hingga pertengahan tahun 1966.
Baca: G30S 1965 - Kronologi 1 Oktober 1965: Pukul 03.00 - 06.00 WIB
Wilayah operasi Burhan juga tidak hanya berada di sekitar Yogyakarta, melainkan sampai ke daerah Luweng, Gunungkidul, kemudian ke Manisrenggo, dan Kaliwedi, Klaten, Jawa Tengah.
Diakui olehnya bahwa di daerah Luweng, ia mengeksekusi orang-orang PKI pada malam hari dengan cara menutup mata dan mendorong mereka dari tebing tinggi ke aliran sungai yang mengalir ke pantai selatan Jawa.
Sedangkan di Kaliwedi, di sebelah barat Klaten, sebelum melakukan eksekusi, ia meminta warga membuat parit sepanjang 100 hingga 200 meter untuk menaruh anggota PKI dan simpatisannya sebelum dieksekusi.
Eksekusi yang dilakukan di Kaliwedi dilakukan memakai senjata laras panjang dan senjata berjenis AK.
Sedangkan laras pendek digunakan untuk memastikan orang-orang yang ia bunuh benar-benar telah mati.