Burhan adalah salah seorang algojo 1965, salah seorang yang ikut membasmi orang-orang komunis khususnya di daerah Yogyakarta.
Burhan hampir selalu membawa kampak ke manapun dia pergi, karena itu dia juga dijuluki Burhan Kampak.
Tak hanya dengan kampak, Burhan juga kerap mengeksekusi orang-orang PKI dan para simpatisannya menggunakan pistol.
Kebencian Burhan kepada orang-orang komunis benar-benar telah membatu.
Kebencian itu mulai tumbuh saat dia masih menjadi mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Baca: Omong Besar Sjam Kamaruzaman, Tokoh PKI Menjelang Meletusnya G30S 1965
Dia adalah anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Pada 1962, Majelis Ulama Indonesia dalam muktamarnya di Sumatera Selatan membuat fatwa bahwa komunisme itu haram karena ateis.
"Mulai saat itu, saya berpikir, orang PKI kalau bisa dibina ya dibina, kalau tidak mau ya dibinasakan", kata Burhan.
Kebencian Burhan kepada PKI semakin menjadi saat dia dikeluarkan dari Fakultas Hukum UHM pada tahun ketiga dia kuliah.
Lantaran, dia memasang spanduk dan poster pembubaran Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan PKI.
Karena memasang poster itu, Burhan dicap sebagai mahasiswa yang kontrarevolusioner karena menentang konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) Soekarno.
Baca: G30S 1965 - Kronologi 1 Oktober 1965: Pukul 06.00 - 09.00 WIB
Berdasarkan pengakuannya, anak-anak CGMI pada kisaran 1963 – 64 kerap meneror dan mengintimidasi mahasiswa beraliran Islam.
Ia menuturkan bahwa hampir setiap hari, para anggota dan simpatisan PKI menggelar demonstrasi di Malioboro dan tempat-tempat strategis di Yogyakarta.
Kebencian Burhan memuncak setelah mendengar pidato Ketua Comite Central (CC) PKI, Dipa Nusantara Aidit yang menyinggung organisasi HMI.
Kongres III CGMI yang diadakan pada 29 September 1965 mengatakan "kalau CGMI tak mampu menyingkirkan HMI dari kampus, sebaiknya mereka sarungan saja".
Baca: G30S 1965 - Kronologi 1 Oktober 1965: Pukul 09.00 - 12.00 WIB
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 meletus.
Kebencian Burhan Kampak kepada orang-orang PKI dan para simpatisannya yang sudah telanjur membatu membuatnya ikut melakukan perlawanan terhadap mereka.
Burhan berada di garis depan dalam operasi penumpasan orang-orang komunis.
Menurut Burhan, operasi penumpasan itu dilakukan bersama tentara.
"Karena masyarakat dan organisasi Islam juga menaruh dendam, kami pun sering bergerak sendiri," kata Burhan.
Baca: Muak karena Wajib Buat Surat ‘Tidak Terlibat G30S’ , Soe Hok Gie: Surat yang Tidak Ada Gunanya
Sebagai staf satu dalam Laskar Ampera Aris Margono dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Burhan mengaku telah mengantongi “License to kill”.
Ada 10 orang yang diberi pistol dan kemudian dilatih di Kaliurang, Yogyakarta.
Pistol yang digunakan adalah pistol jenis FN.
Burhan mengaku sering datang ke markas Kostrad yang saat itu bertempat di Gedung Wanitatama, di Yogyakarta untuk meminta peluru.
Di wilayah Yogyakarta, Burhan menggelar operasi untuk mencari anggota, tokoh, maupun simpatisan PKI.
Operasi yang ia lakukan hampir setiap hari ini dimulai pada akhir 1965 hingga pertengahan tahun 1966.
Baca: G30S 1965 - Kronologi 1 Oktober 1965: Pukul 03.00 - 06.00 WIB
Wilayah operasi Burhan juga tidak hanya berada di sekitar Yogyakarta, melainkan sampai ke daerah Luweng, Gunungkidul, kemudian ke Manisrenggo, dan Kaliwedi, Klaten, Jawa Tengah.
Diakui olehnya bahwa di daerah Luweng, ia mengeksekusi orang-orang PKI pada malam hari dengan cara menutup mata dan mendorong mereka dari tebing tinggi ke aliran sungai yang mengalir ke pantai selatan Jawa.
Sedangkan di Kaliwedi, di sebelah barat Klaten, sebelum melakukan eksekusi, ia meminta warga membuat parit sepanjang 100 hingga 200 meter untuk menaruh anggota PKI dan simpatisannya sebelum dieksekusi.
Eksekusi yang dilakukan di Kaliwedi dilakukan memakai senjata laras panjang dan senjata berjenis AK.
Sedangkan laras pendek digunakan untuk memastikan orang-orang yang ia bunuh benar-benar telah mati.