Tak mengakui Kongres Medan yang memenangkan Soerjadi, PDI kubu Megawati pun menjaga DPP siang malam.
Baca: Trending #GejayanMemanggil di Twitter, Aksi Demo Mahasiswa 1998 Kembali Terulang di 2019
Pasalnya, isu perebutan DPP sudah merebak.
Yang mereka lakukan hanya menjaga dan mencoba mempertahankan.
Para simpatisan bahkan sudah menandatangani surat tidak akan menuntut Megawati jika nanti mereka harus kehilangan nyawa.
KERUSUHAN
Yang ditakutkan tapi dinanti tiba juga. Mirip operasi intelijen, kantor DPP PDI yang dijaga pendukung Megawati itu akhirnya digeruduk pendukung PDI kubu Soerjadi di saat fajar 27 Juli 1996.
Harian Kompas lewat tulisannya Kronologi Kerusuhan 27 Juli mencatat, massa PDI pendukung Soerjadi mulai berdatangan dengan menggunakan delapan kendaraan truk mini bercat kuning.
Terjadi dialog antara delegasi massa PDI pendukung Soerjadi dan massa PDI pendukung Megawati sekitar 15 menit.
Massa kubu Megawati meminta agar kantor dinyatakan sebagai status quo, namun kesepakatan tidak tercapai.
Pukul 06.35 terjadi bentrokan di antara kedua kubu.
Massa PDI pendukung Soerjadi yang mengenakan kaus warna merah bertuliskan "DPP PDI Pendukung Kongres Medan" serta mengenakan ikat kepala melempari kantor DPP PDI dengan batu dan paving-block.
Massa PDI pendukung Megawati juga membalas dengan benda seadanya yang terdapat di sekitar halaman kantor.
Massa PDI pendukung Megawati akhirnya berlindung di dalam gedung sebelum kemudian diduduki massa PDI pendukung Soerjadi.
Sekitar dua jam kemudian, aparat keamanan mengambil alih dan menguasai kantor DPP PDI dan menyatakannya sebagai area tertutup.
Ruas Jalan Diponegoro tidak dapat dilewati.
Pers asing dan nasional tidak diperkenankan mendekat.
Pagi itu, puluhan pendukung Mega sudah babak belur terluka akibat saling lempar batu, sedangkan sebagian mereka diamankan.
Memasuki siang hari, pukul 11.00, massa memadati ruas Jalan Diponegoro dan sekitarnya, jumlahnya menjadi ribuan.
Tak cuma pendukung Megawati, sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar aksi mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api, dekat Stasiun Cikini yang kemudian beralih ke Jalan Diponegoro.
Aksi mimbar bebas ini kemudian dengan cepat berubah menjadi bentrokan terbuka antara massa dan aparat keamanan.