TRIBUNNEWSWIKI.COM - Menurut pejabat di Ukraina yang diangkat oleh Rusia, hasil referendum menunjukkan sebagian besar warga Ukraina memilih bergabung dengan Rusia.
Referendum itu digelar di empat wilayah Ukraina, yakni Donetsk, Luhkansk, Zaporizhzhia, dan Kherson.
Keempat wilayah itu menyumbang sekitar 15 persen dari total seluruh wilayah Ukraina.
Pada hari Selasa, (27/9/2022), referendum sudah hampir selesai karena telah mencapai 87% hingga 99,2%.
Ketua majelis tinggi Rusia mengatakan akan mempertimbangkan aneksasi keempat wilayah itu bulan depan.
"Hasilnya sudah jelas. Selamat datang di rumah, di Rusia!" kata Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Kepala Dewan Keamanan Rusia, dikutip dari Reuters.
Baca: Zelenskiy Mengaku Kaget karena Israel Tak Beri Ukraina Senjata
Di sisi lain, Ukraina dan Amerika Serikat (AS) mengecam referendum ini karena dianggap hanya "tipu-tipu".
Para pejabat Rusia mengumpulkan kotak suara dari rumah ke rumah. Menurut Ukraina, referendum ini tidak sah dan diduga digunakan untuk mendapatkan dalih hukum agar Rusia bisa melakukan aneksasi.
"Lelucon di wilayah yang diduduki itu bahkan tidak bisa disebut sebagai referendum palsu," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam pesan video hari Selasa.
Baca: Berlusconi Sebut Putin Kobarkan Perang di Ukraina karena Didesak Rakyatnya
Sementara itu, AS akan mengajukan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB yang isinya meminta negara-negara anggota PBB tidak mengakui perubahan apa pun pada Ukraina. AS juga mendesak Rusia menarik mundur pasukannya.
"Referendum tipu-tipu yang digelar Rusia, jika diakui, akan membuka kotak pandora yang tidak bisa kita tutup," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dalam sidang DK PBB.
Kata Thomas-Greenfield, Rusia bisa memveto resolusi DK PBB. Namun, veto tersebut akan membuat AS menyuarakan persoalan itu dalam Majelis Umum PBB.
Duta Besar Inggris untuk PBB, James Kariuki, turut mengkritik referendum itu.
"Referendum apa pun dengan kondisi seperti ini, di hadapan moncong senapan, jauh dari kata bebas dan adil," kata Kariuki.
Baca: Banyak Warganya Kabur dari Mobilisasi, Rusia Belum Menutup Perbatasan
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasiily Nebenzia, berujar referendum itu sudah digelar dengan transparan dan menjunjung tinggi aturan dalam pemilihan.
"Proses ini akan berlanjut jika Kiev tidak menyadari kesalahannya dan kekeliruan strateginya dan mulai tidak mengkuti kepentingan rakyatnya sendiri dan tidak secara membabi buta menjalankan perintah orang-orang yang mempermainkan mereka," kata Nebenzia.
(Tribunnewswiki)
Baca berita lain tentang Ukraina di sini