TRIBUNNEWSWIKI.COM - Mantan agen khusus FBI yang bekerja di China dan Korea Utara mengungkapkan kemungkinan China akan menjadi pemenang atau penerima manfaat utama dari perang Rusia-Ukraina.
Hal itu disampaikan Steve Gray, mantan agen khusus FBI, seperti dilansir Fox News Digital melalui Tribunnews.com, Kamis (3/3/2022).
"Pada akhirnya China adalah pemenang besar dalam Perang Rusia-Ukraina," kata Steve Gray.
Ia menyebut, China akan menjadi penerima manfaat utama dari sanksi terhadap Rusia. Karena, mata uang China, yuan, akan mendapat manfaat dari anjloknya mata uang Rusia, rubel.
"Tidak mengherankan sama sekali untuk mengetahui bahwa ini terbentuk persis seperti yang direncanakan China," jelas Gray.
Dari pengalamannya, Fray sebagai agen khusus pengawas FBI yang bekerja di China dan Korea Utara mengetahui bahwa Partai Komunis China terus-menerus dan dengan sabar berencana untuk menggantikan AS sebagai pemimpin global.
"Sebagai orang Amerika, kita harus menyadari ancaman ini," jelasnya.
Menurut pengalaman pria yang menghabiskan 10 tahun bekerja sebagai agen khusus pengawasan yang berfokus pada China dan Korea Utara itu, strategi energi Rusia di Eropa harus dapat memberi petunjuk kepada Amerika.
Petunjuk itu terkait cara persaigan asing Amerika dalam mempersenjatai pengaruh ekonomi secara strategis untuk keuntungan geopolitik.
Berdasarkan laporan Fox New, meski negara-negara Eropa telah bergabung dengan AS dalam menjatuhkan sanksi berat terhadap Rusia di tengah perang Ukraina, mereka sebagian besar telah menyelamatkan industri energi Rusia dari perang ekonomi semacam itu.
Pasalnya, sebagian besar Eropa bergantung pada Rusia untuk energi.
Hal serupa terjadi pada China, yang telah bergerak untuk mendominasi industri kritis seperti rare-earth metal alias material tanah langka, yang membuat upaya untuk mengisolasi China secara ekonomi menjadi lebih sulit.
Pandemi COVID-19 menekankan sejauh mana rantai pasokan medis Amerika bergantung pada China.
Baca: Istri Tercinta Tewas akibat Serangan Rudal Rusia, Warga Ukraina Ini Ingin Vladimir Putin Mati
“Kita harus mengakui bahwa dengan cara yang sama, Rusia menggunakan produksi minyaknya untuk menjaga Eropa dan setidaknya di bawah Joe Biden, Amerika terikat pada mereka, China juga dapat membuat kita tetap terikat dan membatasi jalan kita untuk agresi global mereka selama kita memberi mereka kesempatan yang membuat AS bergantung pada mereka," tambah mantan agen FBI itu.
“Lihat apa yang bisa dilakukan Rusia dengan membangun ketergantungan minyak di Eropa, dan pertimbangkan konsekuensinya jika kita menyerahkan keseluruhan produksi baja dan farmasi kita ke China,” urainya.
Baca: Majelis Umum PBB Tuntut Rusia Segera Tarik Pasukannya dari Ukraina
Ekonomi Rusia Bisa Menyusut 7 Persen
Di sisi lain, perekonomian Rusia diperkirakan akan jatuh ke dalam resesi yang lebih dalam daripada yang disebabkan oleh Covid-19.
Melansir The Guardian, hal itu sebagai akibat dari sanksi Barat dan isolasi negara yang meningkat usai menginvasi Ukraina.
Sementara itu, tindakan yang dikenakan pada bank dan perusahaan Rusia oleh AS, UE, Inggris dan sekutu mereka, para ekonom berpendapat, memiliki dampak lebih parah pada pasar keuangan di Moskow dan akan menimbulkan lebih banyak kerusakan pada ekonomi Rusia yang lebih luas dari waktu ke waktu.
Barat juga sedang mempertimbangkan sanksi yang lebih keras, ketika Vladimir Putin mengumpulkan pasukan lebih dekat ke ibu kota Ukraina, Kyiv, setelah seminggu konflik.
Analis di Goldman Sachs mengatakan bank investasi itu telah memangkas perkiraannya untuk produk domestik bruto Rusia tahun ini dari pertumbuhan 2 persen menjadi penurunan 7 persen.
Ekonomi Rusia diperkirakan tumbuh 4,5 persen tahun lalu setelah menyusut hampir 3 persen pada 2020, tahun terburuk pandemi bagi ekonomi global.
Baca: Sanksi Ekonomi Karena Menginvasi Ukraina, Bank Terbesar Rusia di Eropa Terancam Bangkrut
Analis menambahkan, karena hubungan perdagangan antara Rusia dan seluruh dunia terbatas, perang Ukraina mungkin memiliki dampak terbatas pada ekonomi global.
Yang mana, Rusia hanya menyumbang 1,5 persen dari PDB global.
Akan tetapi, invasi tersebut telah memicu lonjakan harga energi global, yang mengancam akan memperburuk tekanan biaya hidup di beberapa negara termasuk Inggris.
Perang tersebut terjadi ketika ekonomi global masih belum pulih dari pandemi.
Harga minyak naik pada hari Rabu (2/3/2022) menjadi lebih dari US$ 111 per barel, level tertinggi sejak 2014, karena prospek gangguan pasokan dari Rusia mengirim pasar energi melonjak lebih lanjut.
Rusia merupakan pengekspor minyak terbesar kedua di dunia dan pengekspor terbesar gas alam.
Apabila kenaikan harga minyak dan gas baru-baru ini dipertahankan, para ekonom memperkirakan inflasi yang lebih tinggi akan memukul rumah tangga dan bisnis, dan memicu perlambatan ekonomi di seluruh dunia.
Baca: Rusia Merebut Kota Kherson, Jumlah Pengungsi Ukraina Tembus 1 Juta Orang
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Anindya)
Baca selengkapnya terkait perang Rusia vs Ukraina di sini