Informasi Awal #
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Robert Wolter Mongisidi merupakan seorang pejuang Kemerdekaan Indonesia sekaligus menjadi Pahlawan Nasional Indonesia yang lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, pada 14 Februari 1925.
Robert bergabung bersama para pemuda dan para guru secara bersama-sama melawan penjajahan Belanda.
Ia juga sempat turut andil dalam pembentukan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) pada 17 Juli 1946.
Seperti masyarakat pada umumnya, ayah Robert bekerja sebagai seorang petani kelapa untuk menghidupi keluarganya.
Pemilik nama kecil Bote ini, meninggal dunia di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, pada 5 September 1949 ketika usianya yang masih belia, yaitu 24 tahun.
Ia menutup usia akibat hukuman eksekusi mati yang dijatuhkan oleh Belanda kepada dirinya setelah adanya penangkapan yang ditujukan untuk anggota LAPRIS. (1) (2)
Baca: Machmud Singgirei Rumagesan
Baca: Maskoen Soemadiredja
Kehidupan #
Robert merupakan anak ke-4 dari ayahnya Petrus Mongisidi dan ibunya Lina Suawa.
Dia mulai menempuh pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar di Hollands Inlandsche School (HIS), yang kemudian disusul di sekolah menengah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Robert kemudian dididik sebagai guru Bahasa Jepang pada sebuah sekolah di Tomohon.
Setelah studinya selesai, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, Sulawesi Tengah, sebelum akhirnya pindah ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Kemerdekaan Indonesia berhasil diproklamasikan ketika Mongisidi berada di Makassar.
Akan tetapi, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda).
Robert yang tidak menerima kedatangan Belanda, akhirnya turut terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar.
Pada tanggal 17 Juli 1946, ia bersama Ranggong Daeng Romo dan rekan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang mana dalam pergerakannya kerap melecehkan dan menyerang posisi Belanda.
Atas hal itu, ia kemudian ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, namun berhasil melarikan diri pada 27 Oktober 1947.
Akan tetapi, Belanda berhasil menangkapnya kembali serta menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Pada 5 September 1949, Robert Wolter Mongisidi kemudian dieksekusi mati oleh tim penembak.
Jasadnya lalu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar pada 10 November 1950. (1)
Baca: Sutan Mohammad Amin Nasution
Baca: Kiai Haji Noer Ali
Penghargaan #
Secara anumerta, Robert Wolter Mongisidi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November 1973.
Pada 10 November 1973, ia juga mendapat penghargaan tertinggi Negara Indonesia yaitu Bintang Mahaputra (Adipradana).
Ayahnya, Petrus, yang pada saat itu berusia 80 tahun, menjadi perwakilan sebagai penerima penghargaan tersebut.
Selain itu, namanya dijadikan nama bandara di Kendari, Sulawesi Tenggara, yakni Bandara Wolter Monginsidi (kini Bandar Udara Haluoleo).
Namanya juga dijadikan sebagai nama kapal angkatan laut Indonesia KRI Wolter Mongisidi dan Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi di Manado. (1) (2)
Baca: Otto Iskandar Di Nata
Baca: Laksamana Muda Tadashi Maeda
(TribunnewsWiki.com/Septiarani)
| Nama | Robert Wolter Mongisidi |
|---|
| Lahir | Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, 14 Februari 1925 |
|---|
| Wafat | Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, 5 September 1949 |
|---|
| Pendidikan | Hollands Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) |
|---|
| Pendiri | Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) |
|---|
| Orangtua | Petrus Mongisidi, Lina Suawa |
|---|