Wacana PPN Sembako Terus Diserukan, Pemerintah Sebut Sembako di Pasar Tradisional Tak Kena Pajak

Kemenkeu sebut sembako non-premium yang dibeli di pasar tradisional akan terbebas dari pengenaan pajak.


zoom-inlihat foto
bahan-pokok-stok1.jpg
Kompas.com
Stok bahan pokok beras yang dijual di pasar (Dok. Humas Kementan)


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Bocoran isi RUU KUP yang menyebut sembako bakal dikenai PPN, tersebar di media sosial.

Masyarakat pun menyoroti adanya pemungutan pajak untuk sembako.

Banyak dari masyarakat yang melayangkan protes atas wacana tersebut.

Diketahui, rencana pemungutan PPN untuk bahan pangan/sembako tertuang dalam Revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Baru-baru ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan, Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan, tak semua sembako bakal dikenakan tarif PPN baru.

Neil bilang, hanya sembako kelas premium yang akan dikenakan PPN.

Sedangkan sembako non-premium yang dibeli di pasar tradisional akan terbebas dari pengenaan pajak.

"Kami melihat akan ada pembedaan terkait dengan sembako. Misalnya barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional, ini tentunya tidak dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium," kata Neilmaldrin dalam konferensi virtual, Senin (14/6/2021).

Ilustrasi beras impor
Ilustrasi beras di Pasar Tradisional (Kompas)

Neil lantas menyebut beberapa barang yang akan dikenakan tarif PPN.

Meski masih opsi, bahan pangan yang berpotensi dikenakan tarif PPN adalah beras premium dan daging sapi wagyu.

PPN yang dikenakan untuk barang-barang tersebut akan berbeda dengan beras Bulog ataupun daging sapi biasa.

Besaran tarif PPN nantinya akan menyesuaikan kemampuan membayar (ability to pay) konsumen antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah.

"Oleh karena itu agar tidak memperpanjang polemik publik saya sampaikan bahwa, barang kebutuhan pokok yang dikenakan adalah kebutuhan pokok yang premium," beber Neil.

Baca: Protes DPR, IKAPPI, dan YLKI Terhadap Wacana Sembako Dikenakan PPN Menyulitkan Masyarakat

Baca: Kasus Covid-19 di Jakarta Naik 50 Persen, Anies Baswedan: Ibu Kota Perlu Perhatian Ekstra

Kendati demikian, Neil belum mampu menyebutkan besaran tarif dari masing-masing bahan pangan/sembako.

Pasalnya, besaran tarif ini masih dikaji pemerintah dan akan didiskusikan dengan DPR lebih lanjut.

"Terkait dengan tarif, tentunya saya tidak bisa mendahului karena ini masih ada pembahasan yang harus sama2 kita ikuti. Nantinya bagaimana pembahasan itu, karena sangat tidak elok kalau kemudian menyampaikan situasi yang belum pasti," pungkasnya.

Sebelumnya Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo sempat mengatakan hal serupa.

Pengenaan pajak lebih tinggi ditujukan untuk barang-barang yang dikonsumsi kelas menengah ke atas, sehingga mencerminkan pengadopsian skema multitarif.

Sistem Pajak Adil

Di lain sisi, Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Yustinus Prastowo mengatakan, pengenaan tarif PPN untuk sembako, sekolah, hingga jasa kesehatan adalah bagian dari reformasi pajak.

Harapannya, pengenaan PPN bisa menciptakan sistem yang lebih adil antara masyarakat kelas atas dan kelas bawah.

Bukan tak mungkin, PPN hanya akan dikenakan untuk sembako dan sekolah tertentu.

ilustrasi minyak goreng
ilustrasi minyak goreng (Tribunjualbeli.com)

"Kira-kira gini ilustrasinya. Kalau saya konsumsi telur omega, terus Bapak beli telur ayam kampung di pasar, itu sama-sama tidak kena PPN. Padahal daya beli konsumennya sangat berbeda," kata Yustinus dalam webinar, Jumat (11/6/2021).

Begitu juga PPN dalam komoditas beras.

Yustinus menuturkan, konsumen beras premium tak bisa disamakan dengan beras raskin.

Pun dengan konsumen daging wagyu dengan konsumen daging ayam di pasar.

"Jasa kesehatan juga sama. Seorang artis yang melakukan operasi plastik tak bisa dipukul rata dengan orang miskin yang operasi kutil. Sama-sama enggak kena PPN. Adil enggak yang seperti itu?," tanya Yustinus.

Pendidikan pun demikian.

Dikutip dari Kompas.com, Yustinus merasa tak adil jika orang yang belajar di sekolah-sekolah nirlaba/bersubsidi dengan orang yang belajar privat dan di sekolah-sekolah mahal sama-sama tak dikenakan PPN.

"Menurut hemat kami ini menjadi tidak adil, tidak fair, sehingga kita kekurangan kesempatan untuk memungut pajak kelompok kaya untuk didistribusi kepada orang miskin," tutur Yustinus.

Baca: Setelah Sembako, DPR Juga Menolak Wacana Pemerintah Tarik PPN dalam Jasa Pendidikan

Baca: Sembako Bakal Dikenai PPN, Anggota DPR Fraksi PKS: Jadi Wacana Saja Enggak Pantas, Apalagi RUU

(TribunnewsWiki.com/Restu)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved