TRIBUNNEWSWIKI.COM - Wacana diberlakukannya pemungutan pajak dalam sembako menjadi polemik di tengah masyarakat.
Banyak pihak yang mengatakan wacana adanya PPN untuk sembako sangatlah buruk.
Salah satu anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) turut memberikan komentar.
Anis Byarwati mengkritik wacana pemerintah akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembako.
Wacana itu muncul menyusul beredarnya draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Menurut Anis, rencana pemerintah tersebut sangat disayangkan, bahkan jika memang baru sekadar wacana.
Ia menambahkan, adanya PPN untuk sembako dinilai sangat tidak pantas.
"Tidak pelak memang kalau ini dijadikan wacana, enggak pantas begitu. Jadi wacana saja enggak pantas, apalagi jadi RUU," kata Anis dalam diskusi virtual bertajuk "Publik Teriak, Sembako Dipajak", Sabtu (12/6/2021).
Anis menyebutkan, wacana pengenaan PPN sembako tak pantas karena kondisi ekonomi Indonesia yang tengah sulit akibat pandemi Covid-19.
Ia mengingatkan pemerintah bahwa situasi dan kondisi perekonomian masyarakat saat ini belum pulih.
"Jadi wacana saja enggak pantas di masa sekarang, di mana kondisi pandemi ini ekonomi kita belum pulih, masyarakat kita juga belum pulih. Masalah kita sangat banyak, kesejahteraan, kesehatan," ujar dia.
Dia mengakui bahwa draf RUU KUP itu hingga kini belum sampai ke tangan DPR.
Menurut dia, apa yang ramai di masyarakat saat ini karena draf tersebut diduga bocor.
Dia menyebutkan belum dapat melihat poin-poin mengenai wacana mengenakan pajak terhadap sembako.
Baca: Daftar 29 Mobil yang Turun Harga karena Relaksasi PPnBM Diperluas, dari CRV hingga Avanza
Baca: Kemenkeu Tegaskan Pemerintah Tak Akan Tarik Pajak Sembako dan Sekolah Tahun Ini
"Memang sampai saat ini, Komisi XI itu belum melihat draf RUU KUP. Karena kan poin-poin ini kan ada di dalam draf RUU KUP. Itu yang diusulkan pemerintah kemudian harus disampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden," ujar dia.
Ketika surat presiden (surpres) telah diterima DPR, pimpinan DPR akan membacakan surat tersebut pada saat rapat paripurna.
Pimpinan DPR, kata dia, kemudian akan menunjuk alat kelengkapan dewan (AKD) mana yang akan membahas draf RUU KUP tersebut.
"Bisa Badan Legislasi atau bisa komisi terkait. Nah ini, proses itu belum ada, sehingga memang kami sendiri belum melihat 'barangnya' itu, (draf) RUU nya itu belum kami lihat," ucapnya, dikutip dari Kompas.com.
Namun, lanjut Anis, draf tersebut terlanjur bocor di masyarakat dan menimbulkan beragam tanggapan.
Kebocoran itupun juga dipertanyakan Anis soal siapa sumber yang membuat draf RUU KUP bocor ke publik.
Dia mengatakan, wacana itu sudah disinggung saat Komisi XI DPR mengadakan rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa hari lalu.