Gambia Dibantu Firma Hukum
Dalam laporannya, Gambia dibantu oleh sebuah lembaga hukum, Foley Hoag.
Menurut Foley Hoag, pihaknya telah memperkirakan sidang pertama atas pelaporan tersebut yang direncanan akan dilakukan bulan depan.
Berbagai macam kelompok hak asasi manusia yang selama ini mendorong komunitas internasional agar melakukan tindakan terhadap krisis kemanusiaan di Rohingya memberi pujian terhadap langkah Gambia.
Seorang associate director keadilan internasional dari lembaga Human Rights Watch, Param-Preet Singh menyatakan kasus tersebut sebagai perubahan yang signifikan di PBB".
Ia juga meminta negara-negara lain untuk ikut mendukungnya.
Dilaporkan oleh ABC yang mengutip pernyataannya, bahwa hal nini bukan pertama kali sebuah negara melaporkan kasus genosida di mahkamah internasional.
Sebelumnya, Bosnia juga sempat melaporkan tuduhan serupa melawan Serbia pada tahun 1993.
Namun demikian, tuntutan Gambia ini adalah hal yang pertama kali bagi negara yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kejahatan yang terjadi.
Laporan Gambia juga dilangsungkan berdasarkan Konvensi Genosida.
Selain itu, tuntutan Gambia ini juga adalah pertama kali bahwa pengadilan di Den Haag dapat melakukan investigasi atas klaim genosida tanpa membandingkan temuan dari pengadilan lain.
"Ini juga merupakan pengingat penting bahwa semua negara yang menjadi anggota konvensi genosida memiliki tanggung jawab untuk menegakkannya," kata Param-Preet Singh
"Gambia telah menemukan cara untuk membalikkan sikap komunitas internasional terhadap Rohingya menjadi sebuah tindakan." imbuhnya.
Param menambahkan bahwa apapun bentuk perintah dari Mahkamah Internasional dapat memberi tekanan signifikan terhadap Myanmar untuk "menyediakan reparasi bagi para korban genosida yang merupakan warga Rohingya".
Warga Rohingya Melarikan Diri ke Bangladesh
Dilansir oleh ABC, setidaknya 730.000 warga Muslim Rohingya kabur ke negara tetangga di Bangladesh usai terjadi dugaan penumpasan militer Myanmar pada tahun 2017.
Myanmar Bantah Adanya Genosida
Negara Myanmar, di mana mayoritas warganya beragama Buddha, melakukan bantahan atas tuduhan genosida tersebut.
Menurut Myanmar, tindakan keras yang dilakukan oleh aparatur militer negaranya merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menumpas militan separatis di wilayah Rakhine.
Pada bulan lalu, Duta Besar Myanmar untuk PBB, Hau Do Suan, menyebut misi pencarian fakta PBB bersifat "sepihak" dan berdasarkan pada "informasi yang menyesatkan dan sumber-sumber sekunder".