Telah dilaporkan sebelumnya bahwa organisasi militer di Myanmar telah melakukan operasi militer terhadap etnis Rohingya sejak Agustus 2017.
Operasi militer Myanmar ini dilakukan sebagai balasan atas aksi serangan pemberontak di Myanmar.
Akibat operasi militer ini, lebih dari 700.000 orang yang berasal dari etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.
Aksi operasi militer ini kemudian dinilai sebagai bentuk usaha pembersihan etnis Rohingya dengan melakukan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran rumah-rumah.
Gambia, Negara Kecil di Afrika Barat Laporkan Myanmar di Mahkamah Internasional
Sebelumnya, sebuah negara di Afrika Barat, Gambia, resmi melaporkan Myanmar ke Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas tuduhan genosida terhadap warga muslim, etnis minoritas Rohingya, Senin (11/11/2019).
Negara Gambia menuduh Myanmar telah melakukan pembunuhan massal serta pemerkosaan di wilayah Rakhine, Myanmar.
Dalam laporan setebal 46 halaman di International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional, Gambia meminta dilakukan langkah yang bersifat segera untuk menghentikan aktivitas genosida di Myanmar, seperti dilaporkan ABC News, (12/11/2019).
Laporan Gambia ini menjadi kasus tuntutan yudisial pertama kepada PBB untuk dilakukan misi pencarian fakta terhadap usaha sistematis berupa dugaan pembunuhan, pemerkosaan berkelompok, pembakaran, dan rencana genosida terhadap warga Muslim Rohingya.
Tertuang di laporannya, Gambia menyebut bahwa apa yang dilakukan Myanmar terhadap etnis Rohingya menyebabkan kerusakan fisik dan mental yang serius.
Myanmar dianggap telah melakukan pemaksaan untuk mencegah kelahiran serta pemindahan paksa.
Hal inilah yang kemudian dianggap mencirikan tindakan genosida lantaran adanya maksud untuk menghancurkan kelompok Rohingya secara keseluruhan maupun sebagian.
Secara spesifik, Gambia menyebut sejumlah satuan militer Myanmar menjadi "pelaku utama" dalam "kampanye sistematis di Facebook" yang menargetkan warga Rohingya.
Laporan Gambia
Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung, Gambia, Abubacarr Marie Tambadou menyatakan dirinya ingin mengirim pesan kepada Myanmar dan seluruh komunitas internasional.
Hal itu dimakudkan olehnya agar dunia tidak berdiam diri dalam menghadapi kekejaman kemanusiaan yang dalam hal ini dituduhkan terhadap Myanmar.
"Sangat memalukan bagi generasi kita bahwa kita tidak melakukan apa-apa saat berlangsung genosida tepat di depan mata kita sendiri," kata Abubacarr
Gambia yang merupakan negara kecil di daerah Afrika Barat ini merupakan negara dengan mayoritas agama Islam.
Laporan Gambia ini juga mendapat dukungan dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Selain meminta tindakan segera, Gambia meminta Mahkamah Internasional melakukan tindakan sementara agar memastikan Myanmar dapat menghentikan genosida terhadap orang-orang Rohingya.
Baca: Pemilik Tanah Marah, Pengungsi Gempa Majene Harus Bongkar Tenda dan Pindah Tempat Mengungsi
Baca: Pengakuan Pengungsi Gempa Majene, Bantuan Hanya untuk Tenda Besar, Telantar Kesulitan Logistik