DPR Sebut Tambang dan Kebun Ilegal di Tanah Air Capai 17 Juta Hektar, Berikut Rinciannya

Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan negara merugi dua kali karena praktik ini.


zoom-inlihat foto
wakil-ketua-komisi-iv-dpr-ri-dedi-mulyadi-2.jpg
Kompas
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi saat rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membahas tentang permintaan Suku Baduy dihapus dari peta wisata, di Jakarta, Rabu (8/7/2020).


Selain pendapatan hilang, keduanya juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat.

"Salah satunya adalah banjir," kata anggota DPR dari Fraksi Golkar itu.

Dedi minta penambangan dievaluasi

Dedi Mulyadi mendesak kepada pemerintah untuk segera melakukan evaluasi secara menyeluruh penambangan hutan yang memiliki potensi terhadap munculnya bencana alam seperti banjir.

Baca: Pencarian Korban Longsor Akibat Banjir Besar di Kalimantan Selatan, Ada Anak Kecil & Mantan Kades

Hal itu untuk mencegah peristiwa serupa terulang pada waktu mendatang. Desakan itu terkait dengan bencana banjir besar yang melanda Kalimantan dan menyebabkan ribuan rumah terdampak.

Dedi mengatakan evaluasi itu meliputi penambangan ilegal dan pemanfaatan hutan ilegal karena jumlahnya saat ini sangat banyak di seluruh Indonesia, dan itu berlangsung selama berpuluh-puluh tahun tanpa ada langkah memadai untuk menanganinya.

Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi (Kompas)

"Pemerintah mengalami dua kerugian. Pertama alam rusak dan kedua pendapatan tidak ada. Alam yang rusak mencapai ratusan ribu hektare. Saya sudah berulangkali meminta pemerintah untuk mengevaluasi penambangan hutan yang menyebabkan banjir," kata Dedi kepada Kompas.com, Senin (18/1/2021).

Selanjutnya, Dedi juga meminta pemerintah melakukan evaluasi faktor bencana.

Penyebab bencana harus ditelusuri dan dibuat kajian komprehensif serta diumumkan secara terbuka kepada publik sehingga bisa sama-sama melakukan perbaikan.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dimnta berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) secara sungguh-sungguh memetakan tata ruang di Indonesia yang memiliki semangat keberlanjutan.

Baca: VIRAL Foto Front Persaudaraan Islam Bantu Korban Banjir di Kalimantan Selatan Meski Tanpa Atribut

Hal itu agar daerah tidak mengubah tata ruang 5 tahun sekali.

"Sebab saya paham betul ketika mengubah tata ruang di sebuah wilayah kabupaten, kota atau provinsi, pendekatan ekonomi politik jauh lebih tinggi daripada pendekatan teknis. Saya pernah mengalami itu," kata mantan bupati Purwakarta itu.

Dedi mengatakan pihaknya juga mendapat informasi bahwa ada satu perusahaan yang masih ngotot mengajukan izin penambangan di tengah duka melanda Kalimantan.

Ia minta gubernur dan wali kota kota untuk tidak memberi izin. "Kok masih ada perusahaan yang masih berpikir kepentingan korporasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatan harus tegas bersikap untuk masalah lingkungan," kata Dedi.

Ditanya tentang nama perusahaan tersebut, Dedi tidak memberitahukannya.

Sebelumya, banjir melanda sejumlah daerah di Kalimantan. Di Kalimantan Selatan, jalur Tans-Kalimantan terputus. Sementara di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Landak, banjir setinggi 1 meter merendam 10 desa.

Selanjutnya di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, banjir merendam 3.000 rumah. Lalu di Nunukan Kalimantan Utara, 8 desa diterjang banjir yang menyebabkan 2.752 jiwa terdampak.

(Tribunnewswiki/Tyo/Kompas/Farid Assifa)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dedi Mulyadi: Saya Sudah Berulang Kali Minta Penambangan Hutan Penyebab Banjir Dievaluasi" dan "Kebun dan Tambang Ilegal 17 Juta Hektar, Dedi Mulyadi: Negara Rugi Dua Kali"





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved