TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemerintah mengeluarkan keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat untuk Pulau Jawa dan Bali.
PSBB Jawa-Bali akan dilaksanakan mulai 11 hingga 25 Januari 2021.
Namun, keputusan tersebut mendapat kritik dari seorang pakar Hukum Tata Negara sekaligus Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Cecep Darmawan.
Menurut Cecep, keputusan PSBB Jawa-Bali yang dikeluarkan pemerintah sekarang sudah tak terlalu berpengaruh lagi.
Bahkan menurutnya, kesadaran masyarakat akan penerapan protokol kesehatan Covid-19 juga tak akan membantu banyak.
Baca: PSBB Ketat Akan Diberlakukan di Jawa & Bali, Berikut Daftar Daerah yang Terkena Pembatasan
Lebih lanjut ia mengatakan, percuma dilakukan PSBB ketat jika masyarakat juga tak disiplin.
Keduanya harus saling berdampingan, antara aturan dan sikap dispilin masyarakat.
“Kebijakan PSBB harus diimbangi dengan disiplin masyarakat. Poin pentingnya adalah masyarakat harus sadar akan kondisi saat ini dan mengikuti anjuran pemerintah,“ ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Rabu (6/1/2021).
Penanganan Covid-19, kata Cecep, tidak bisa parsial atau masing-masing.
Baca: PSBB Transisi DKI Jakarta Diperpanjang Hingga 17 Januari 2021, Tekan Tingginya Kasus Baru Covid-19
Karena itu, ujar Cecep, pemerintah pusat harus memiliki desain besar (grand design) dalam penanganan pandemi Covid-19 ini yang dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah yang melaksanakannya.
“Kebijakan menangani Covid-19 dan pemulihan ekonomi antara pusat dan daerah ini sama halnya seperti orang membawa kendaraan, gas dan remnya harus pas,"
"Harus ada keseimbangan dalam memulihkan ekonomi tapi tidak menabrak protokol kesehatan, begitu pun sebaliknya,” ucapnya.
Oleh karena itu, kata Cecep, pemerintah pusat harus membuat peraturan perundang-undangan yang bisa dilaksanakan secara seragam oleh daerah sehingga pemerintah daerah tak bisa menentukan kebijakan sendiri dalam penanganan pandemi.
“Formulasinya seperti apa, pemerintah yang harus merumuskan sehingga tidak ditafsirkan secara berbeda oleh pemerintah daerah,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah menerapkan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa-Bali guna menekan penyebaran Covid-19 pada 11-25 Januari 2020.
Kebijakan itu disampaikan Airlangga seusai Rapat Terbatas Penanganan Pandemi Covid-19 dan Rencana Pelaksanaan Vaksinasi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/1/2021).
Keputusan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020, tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19
"Penerapan pembatasan secara terbatas tersebut dilakukan di provinsi Jawa-Bali karena di semua provinsi tersebut memenuhi salah satu dari empat parameter yang ditetapkan. Oleh karena itu pemerintah membuat kriteria terkait pembatasan kegiatan masyarakat dan ini sesuai dengan UU yang dilengkapi PP 21 Tahun 2020, di mana mekanisme pembatasan tersebut. Pembatasan ini kami tegaskan bukan pelarangan kegiatan, tetapi pembatasan," ujarnya.
Baca: Singgung Soal Lockdown, Jokowi Minta Semua Pihak Mati-matian Perangi Pandemi Covid-19
Baca: Pandemi Covid-19 Belum Membaik, Jokowi: Hati-hati Jangan Sampai Kita Dipaksa Lockdown
Dalam mengambil kebijakan ini, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah melihat data perkembangan penanganan Covid-19, seperti zona risiko penularan virus corona, rasio keterisian tempat tidur isolasi dan ICU.