Erdogan Minta Macron Periksa Kesehatan Mental, Prancis: Komentar Presiden Turki Tak Bisa Diterima

Pejabat Prancis tak terima dengan pernyataan Presiden Erdogan, yang menyebut Presiden Prancis perlu cek kesehatan mental


zoom-inlihat foto
presiden-prancis-emmanuel-macron-686543.jpg
ABDULMONAM EASSA / POOL / AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer, berbicara di depan sebuah sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 16 Oktober 2020, setelah seorang guru dipenggal oleh penyerang karena membawa karikatur Nabi Muhammad SAW.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pihak Prancis tak terima dengan pernyataan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang meminta Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk melakukan cek kesehatan mental.

Ketegangan ini merupakan buntut panjang dari usaha Macron untuk memerangi 'Islam radikal' di negaranya, seperti diberitakan BBC, Minggu (25/10/2020).

Hal itu bermula dari tewasnya seorang guru yang dibunuh karena mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas.

Memang, penggambaran Nabi Muhammad merupakan pelanggaran serius.

Pasalnya Islam melarang untuk menggambarkan Nabi Muhammad dan Alloh.

Kendati demikian, Presiden Emmanuel Macron tegas pada pendiriannya.

Prancis "tidak akan melepaskan kartun kami", katanya awal pekan ini.

Hal itu tak lepas dari posisi Prancis sebagai neara sekuler, yang sekaligus sebagai pusat identitas nasional Prancis.

Menurut mereka, membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, kata negara, merusak persatuan negara.

Reaksi Erdogan

ILUSTRASI - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara selama konferensi pers setelah Pertemuan Kabinet di Kompleks Presiden di Ankara pada 29 Juni 2020.
ILUSTRASI - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara selama konferensi pers setelah Pertemuan Kabinet di Kompleks Presiden di Ankara pada 29 Juni 2020. (Adem ALTAN / AFP)

Baca: Turki Ternyata Punya Pasukan Bayangan untuk Tempur, Bersiap Perang jika Diperintah Erdogan

Menanggapi masalah masalah ini, Erdogan memberikan reaksi keras.

Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan dengan Muslim?" kata Erdogan dalam pidatonya.

"Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental," tambah Erdogan.

Ia pun mempertanyakan sikap Presiden Prancis.

"Apa lagi yang bisa dikatakan kepada seorang kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan yang berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?"

Prancis panggil duta besar

FOTO: Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer, berbicara di depan sebuah sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 16 Oktober 2020, setelah seorang guru dipenggal oleh penyerang gegara membawa karikatur Nabi Muhammad
ILUSTRASI: Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer, berbicara di depan sebuah sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 16 Oktober 2020, setelah seorang guru dipenggal oleh penyerang gegara membawa karikatur Nabi Muhammad (ABDULMONAM EASSA / POOL / AFP)

Baca: Prancis Gelar Aksi Solidaritas Pasca-tewasnya Guru Sejarah yang Bawa Karikatur Nabi Muhammad

Setelah pernyataan itu, seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa duta besar Prancis untuk Turki dipanggil untuk konsultasi.

Rencananya, ia akan bertemu lengsung dengan Macron.

"Komentar Presiden Erdogan tidak dapat diterima. Kelebihan dan kekasaran bukanlah sebuah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal," kata pejabat itu.

Erodgan sendiri adalah seorang Muslim yang berusaha memasukkan Islam ke dalam politik arus utama Turki sejak Partai AK yang berakar pada Islam berkuasa pada tahun 2002.

Perselisihan diplomatik adalah masalah terbaru yang meregangkan hubungan antara Prancis dan Turki, yang merupakan sekutu di bawah NATO.

Kendati sekutu, tetapi mereka tidak setuju pada berbagai masalah geo-politik, termasuk perang saudara di Suriah dan Libya, dan konflik antara Armenia dan Azerbaijan atas sengketa Nagorno- Karabakh.

Pelaku Ditembak Mati

FOTO: Sebuah foto menunjukkan karangan bunga dan poster bertuliskan 'Saya Samuel' di pintu masuk sekolah menengah di Conflans-Sainte-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 17 Oktober 2020, pasca-tewasnya seorang guru lantaran membawa karikatur Nabi Muhamamad di kelasnya.
FOTO: Sebuah foto menunjukkan karangan bunga dan poster bertuliskan 'Saya Samuel' di pintu masuk sekolah menengah di Conflans-Sainte-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 17 Oktober 2020, pasca-tewasnya seorang guru lantaran membawa karikatur Nabi Muhamamad di kelasnya. (BERTRAND GUAY / AFP)

Baca: Sikap Turki ke Prancis: Jika Tidak Suka Kami Mendukung Azerbaijan, Mengapa Anda Berpihak ke Armenia?

Tujuh orang, termasuk dua siswa, telah didakwa atas pemenggalan kepala guru bahasa Prancis Samuel Paty pada 16 Oktober di dekat Paris.

Pembunuhnya, Abdullakh Anzorov yang berusia 18 tahun, ditembak mati oleh polisi tak lama setelah serangan itu, yang terjadi di dekat sekolah Paty.

Pada 2015, 12 orang tewas dalam serangan di kantor majalah satir Prancis Charlie Hebdo.

Publikasi tersebut menjadi sasaran para ekstremis karena menerbitkan kartun Nabi Muhammad.

Dalam satu kesempatan Macron menyatakan tidak bisa melarang Charlie Hebdo menerbitkan Nabi Muhammad karena adanya jaminan kebebasan berekspresi di Prancis.

"Di Prancis, ada kebebasan untuk menghujat, karena itu terikat kebebasan hati murni. Saya ada di sini untuk melindungi kebebasan itu," ujar Macron dalam satu kesempatan.

Namun, Macron hipokrit karena kebebasan menghujat di Prancis itu tidak berlaku bagi hujatan apapun soal Yahudi dan Israel.

"Kami melawan anti-Semitisme, rasisme, dan setiap ucapan kebencian yang memecah belah bangsa kami," ujar Macron suatu ketika.

Baca: Kapal Perang Yunani dan Turki Saling Tabrak di Laut Sengketa, Hubungan Kedua Negara Memanas

Awal bulan ini, Macron menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis," dan mengumumkan rencana untuk undang-undang yang lebih ketat untuk menangani apa yang disebutnya "separatisme Islam" di Prancis.

Dia mengatakan minoritas dari perkiraan enam juta Muslim Perancis tengah membentuk "masyarakat tandingan".

Beberapa komunitas Muslim terbesar di Eropa Barat menuduh Macron berusaha menekan agama mereka dan mengatakan kampanyenya berisiko melegitimasi Islamofobia.

(TribunnewsWiki.com/Nur)





Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved