Eropa Bersiap Menghadapi Gelombang Kedua Covid-19, Muncul Kepanikan

Eropa kini menghadapi skenario buruk lonjakan kasus Covid-19, tepat sebelum musim dingin datang.


zoom-inlihat foto
palang-merah-prancis-covid-19.jpg
ASCAL GUYOT / AFP
Seorang anggota Palang Merah Prancis yang menggunakan masker sedang mengatur mobil yang ada di tempat tes Covid-19 secara drive-through pada 14 Oktober 2020 di Montpellier. Prancis saat ini mengalami lonjakan kasus Covid-19.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Gelombang kedua Covid-19 membuat negara-negara Eropa menutup sekolah, membatalkan operasi, dan membatasi kehidupan sosial.

Pihak berwenang yang sudah kewalahan kini menghadapi skenario buruk lonjakan kasus Covid-19, tepat sebelum musim dingin datang.

Dilansir dari Channel News Asia, (14/10/2020), sebagian besar negara Eropa mengurangi lockdown pada musim panas untuk menghidupkan kembali perekonomian yang dilumpuhkan oleh gelombang pertama pandemi corona.

Namun, kembalinya kehidupan normal ini menyebabkan terjadinya lonjakan Covid-19 di seluruh Eropa.

Lonjakan ini menguji tekad pemerintah yang ingin tetap membuka sekolah dan perawatan medis non-Covid-19.

Republik Ceko, yang menjadi terburuk jumlah kasus per kapita di Eropa, telah mengubah pembelajaran tatap muka menjadi jarak jauh.

Baca: Pelajaran dari China, 4,2 Juta Warga Ikut Swab Test Covid-19 Hanya dalam Waktu Dua Hari

Sebuah stiker di trotoar di Inggris mengingatkan pejalan kaki untuk tetap menjaga jarak.
Sebuah stiker di trotoar di Inggris mengingatkan pejalan kaki untuk tetap menjaga jarak. (DANIEL LEAL-OLIVAS / AFP)

Selain itu, prosedur medis yang tidak mendesak mulai dikurangi agar bisa mengosongkan ranjang pasien, dan restoran serta bar ditutup.

"Terkadang kita hampir menangis, itu sering terjadi saat ini," kata Lenka Krejcova, kepala perawat di rumah sakit Slani di barat laut Prague, dikutip dari Channel News Asia.

Pihak berwenang Moskow pada Rabu, (14/10/2020), mengatakan mereka akan mengenalkan pembelajaran daring untuk banyak siswa mulai Senin depan, sedangkan Irlandia Utara mengumumkan penutupan sekolah selama dua minggu.

Ekonomi-ekonomi utama di Eropa, yakni Jerman, Inggris, dan Prancis, sejauh ini menolak penutupan sekolah.

Ketika sekolah ditutup pada penguncian musim semi lalu, para orangtua merasa kewalahan karena harus bekerja dari rumah sambil mengurus anaknya.

Baca: Dinyatakan Sembuh dari Covid-19, Donald Trump Langsung Terbang ke Florida untuk Lanjutkan Kampanye

Di Jerman para politikus berdebat apakah harus mempanjang libur Natal dan Tahun Baru agar bisa mengurangi penularan Covid-19 di antara anak-anak.

Sementara itu, para pengkritik mengatakan tidak bukti bahwa sekolah telah menjadi pusat penularan Covid-19.

Ilustrasi virus corona (CDC)
Ilustrasi virus corona (CDC) (CDC)

Belanda kembali memberlukan "penguncian sebagain" pada Rabu, menutup bar dan restoran, tetapi tetap membuka sekolah.

Jumlah infeksi harian di Eropa telah mencapai rata-rata 100.000 kasus per hari.

Lonjakan ini memaksa pemerintah untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat, masing-masing berusaha menjaga kesehatan tanpa harus mengganggu mata pencaharian.

"Ini kacau. Ini kacau, anakku, apa yang dapat aku katakan kepadamu? Kita benar-benar tidak tahu bagaimana akan berakhir," kata seorang pensiunan di Roma, Italia.

Baca: Pemerintah Singapura Akan Beri Bayaran Bagi Warganya yang Memiliki Anak Selama Pandemi Covid-19

Baca: Positif Covid-19, Presiden Donald Trump Jadi Bahan Olok-olokan Netizen China

Presiden Prancis Emmanuel Macron diperkirakan akan memberikan penjelasan mengenai pembatasan lebih lanjut pada hari Rabu.

Media melaporkan bawah jam malam kota sedang dipertimbangkan.

Lima kota terbesar di Prancis, Paris, Marseille, Lyon, Toulouse, dan Lille, dalam keadaan siaga maksimal.





Halaman
12
Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved