UU Cipta kerja, kata Airlangga, merevisi beberapa UU yang menghambat tercapainya tujuan dan penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, Airlangga juga mengatakan UU Cipta kerja diperlukan agar efektivitas birokrasi meningkat.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga.
"UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," lanjut dia.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan UU Cipta Kerja akan mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.
Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.
Dia menegaskan muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.
"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.
UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Baca: Fraksi Partai Demokrat dan PKS Nilai RUU Cipta Kerja Batasi Keterlibatan Publik
Namun, beberapa pasal di UU ini menulai kontroversi. Berikut beberapa pasal bermasalah dan kontroversial dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, dilansir dari Kompas.
Pasal 59 UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
Baca: Disahkan, Ini Sejumlah Pasal Kontroversial Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Banyak Dapat Sorotan
Pasal 79
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur bahwa pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pasal 79 Ayat (4) menyatakan pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.