TRIBUNNEWSWIKI.COM - Dua faksi terbesar Palestina, Fatah dan Hamas, telah sepakat untuk mengadakan pemilu pertama di Palestina sejak hampir 15 tahun.
Pemungutan suara akan dijadwalkan dalam enam bulan, di bawah kesepakatan yang tandatangani oleh Fatah, pemimpin Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas dan kepala politik Hamas Ismail Haniya.
"Kami telah sepakat untuk terlebih dahulu mengadakan pemilihan legislatif, kemudian pemilihan presiden Otoritas Palestina, dan akhirnya dewan pusat Organisasi Pembebasan Palestina," kata Jibril Rajoub, seorang pejabat senior Fatah, dikutip Al Jazeera, Kamis (24/9/2020).
Pemilihan parlemen Palestina terakhir diadakan pada tahun 2006 ketika Hamas menang telak secara tak terduga.
Saleh al-Arouri, seorang pejabat tinggi Hamas, mengatakan kesepakatan itu dicapai selama pertemuan yang diadakan di Turki.
"Kali ini kami mencapai konsensus yang nyata," katanya kepada kantor berita AFP dari Istanbul.
Perpecahan telah merusak tujuan nasional kami dan kami sedang bekerja untuk mengakhirinya.
Baca: Isi Pidato Presiden Jokowi di Sidang Umum PBB: Singgung Vaksin Covid-19 hingga Kemerdekaan Palestina
Azzam al-Ahmad, anggota Komite Sentral Fatah, menekankan posisi yang dideklarasikan oleh kepemimpinan Palestina bahwa baik Yerusalem maupun Jalur Gaza yang terkepung tidak boleh dikecualikan dari pemilihan.
"Tanpa Yerusalem, tidak akan ada pemilihan umum," tambahnya.
Sebelumnya pada hari Kamis, seorang anggota puncak Fatah menyebut pembicaraan yang berkelanjutan di Turki dengan Hamas "positif, berbuah, dan produktif".
"Dialog itu merupakan langkah penting menuju rekonsiliasi dan kemitraan, dan menyatukan sikap Palestina dalam terang konsensus untuk menolak semua proyek likuidasi yang melawan perjuangan Palestina," tulis Hussein al-Sheikh, anggota Komite Sentral Fatah di Twitter.
Baca: Kecewa Bahrain dan UEA Normalisasi Hubungan dengan Israel, Palestina Putuskan Keluar dari Liga Arab
Perdana Menteri PA Mohammad Shtayyeh mengatakan: "Kami menyambut baik suasana positif yang telah membayangi dialog nasional yang telah berlangsung di Istanbul selama dua hari antara Fatah dan Hamas yang telah sepakat untuk mengadakan pemilihan umum."
Dia menambahkan bahwa PA siap untuk menyediakan semua persyaratan untuk keberhasilan pemilu.
Langkah itu diyakini PA sebagai pintu gerbang untuk "memperbarui kehidupan demokrasi, dan untuk memperkuat persatuan nasional dalam menghadapi bahaya yang serius dan eksistensial yang mengancam perjuangan Palestina untuk pertama kalinya dalam sejarah".
Upaya rekonsiliasi
Baca: Dulu Ngotot Jadi Tentara Israel, Sadar, Kini Beberkan Kelakuan pada Bangsa Palestina: Tidak Bermoral
Rapat sekretaris jenderal fraksi-fraksi akan segera digelar untuk mengumumkan detail kesepakatan hari Kamis sekaligus membahas mekanisme kerja hingga pemilu digelar.
Setelah pemungutan suara tahun 2006, Hamas dan Fatah membentuk pemerintah persatuan tetapi segera runtuh dan bentrokan berdarah meletus di Jalur Gaza antara dua faksi pada tahun berikutnya.
Hamas sejak itu memerintah Gaza, sementara Fatah menjalankan PA, yang berbasis di kota Ramallah, Tepi Barat yang diduduki.
Berbagai upaya rekonsiliasi, termasuk perjanjian pertukaran tahanan pada tahun 2012 dan pemerintah persatuan yang berumur pendek dua tahun kemudian, telah gagal menutup keretakan.
Pembicaraan di Turki terjadi setelah Abbas meminta Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk mendukung upaya rekonsiliasi Palestina dengan tujuan menuju pemilihan umum.
Baca: Baru Disepakati, Perjanjian Normalisasi Sudah Picu Aksi Saling Serang Antara Palestina dan Israel