TRIBUNNEWSWIKI.COM - Alta Sacra, seorang mualaf asal Amerika menceritakan pengalaman ditelepon suaminya yang terkena tembakan di mimbar Pengadilan Tinggi Christchurch, Selandia Baru, Selasa (25/8/2020).
Perempuan ini adalah satu di antara penyintas dan keluarga korban yang selamat dari penembakan di dalam dua masjid di Selandia Baru oleh terdakwa Brenton Tarrant.
Di hadapan Brenton yang ikut dihadirkan persidangan, Alta menceritakan momentum saat ia tahu suaminya terkena tembakan.
Saat insiden terjadi, Jumat (15/3/2020), ia bangun mendengar dering telepon berbunyi.
Peringatan: Isi berita di bawah ini berisi rincian peristiwa yang dimungkinkan dapat membuat rasa tidak nyaman bagi pembaca.
Baca: Korban Penembakan di Christchurch, Farisha Razak Sebut Brenton Tarrant Pantas Menderita di Penjara
Pukul 01.59 dini hari, ia angkat telepon sang suami.
Perempuan berusia 35 tahun itu tak jelas mendengar suaminya bicara.
Namun, ia mengaku jelas menangkap suara tangisan, jeritan, rintihan, lafal doa dalam aneka bahasa.
"Ada kekacauan," rintih sang suami di telepon.
"Kacau. Aku kena tembak. Aku jatuh," kata terakhir sang suami.
Baca: Selamat dari Serangan di Masjid Selandia Baru, Khaled Alnobani: Saya Depresi, Saya Frustasi
Seketika teleponnya tertutup.
Alta mengaku tak tahu harus melakukan apa.
Beberapa hari setelahnya, ia mendapat kabar suaminya selamat.
Meski terluka akibat peluru, nyawa sang suami masih tertolong.
Beberapa hari kemudian, Alta mendapat informasi bahwa saat insiden terjadi, sang suami meneleponnya di dalam Masjid Linwood, dilansir New Zealand Herald, Selasa (25/8/2020).
Baca: Sekelompok Massa Berunjuk Rasa di Pengadilan saat Berlangsung Sidang Brenton Tarrant, Ada Apa?
Sang suami diketahui menelpon dirinya dengan luka tembakan setelah pelaku memborbardir jamaah masjid Linwood, Selandia Baru.
Di depan pengadilan, Alta mengaku masih trauma atas peristiwa itu.
Atta Alayyan: Terorisme Itu Tidak Beragama
Mohammad Atta Ahmad Alayan, ayah Ata Elayyan yang terbunuh dalam serangan di dalam masjid, menceritakan dampak yang ia rasakan pasca-serangan di mimbar pengadilan tinggi Christchurch, Selandia Baru.
Di depan mimbar sidang, ia berbicara mengenang kejadian memilukan tersebut.