Korea Utara ikut menekan Amerika Serikat
Korea Utara menunjukkan dukungan pada sekutunya, China.
Baru-baru ini, Korut menyalahkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, atas komentarnya terhadap China soal Laut China Selatan.
Baca: Sebuah Resto Burger King di China Minta Maaf ke Publik setelah Sediakan Bahan Makanan Kedaluwarsa
Komentar itu sekaligus menegaskan keberpihakan Korea Utara di Laut China Selatan, seperti diberitakan Kompas.com dari Korea JoongAng Daily, Rabu (15/7/2020).
Lewat media resmi Pemerintah Korea Utara KCNA, komentar Pompeo tentang Laut China Selatan cukup sembrono.
“Bahwa negara non-Asia di seberang lautan, tidak puas dengan pernyataan cerobohnya atas masalah Laut China Selatan, telah melakukan pelecehan terhadap Partai Komunis China,” bunyi pernyataan itu.
Baca: China Marah dan Minta Amerika Serikat Menghentikan Aksi Provokatifnya di Laut Cina Selatan
Korea Utara buka suara setelah Pompeo mengumumkan bahwa Amerika Serikat secara resmi menolak sebagian besar klaim Beijing di Laut Cina Selatan, Senin (13/7/2020).
Selain itu, Korut juga menuding Pompeo tengah berupaya menodai kepercayaan China terhadap partai Komunis.
Pemerintah Jepang lebih mewaspadai China sebagai ancaman yang nyata dari pada Korea Utara.
Meski Korea Utara juga punya nuklir, China besar-besaran membangun militernya, seperti diberitakan Kontan, Rabu (15/7/2020).
Baca: Buka Suara, Korea Utara Dukung Tiongkok, Salahkan AS Soal Ketegangan di Laut China Selatan
Namun, mungkin pemerintah Jepang akan kembali berpikir setelah Korea Utara menunjukkan keberpihakannya pada China.
Dengan demikian, kekuatan mereka bisa lebih mengancam, seandainya militernya sampai digabungkan.
Anggaran Beijing untuk pertahanan kini empat kali lebih banyak dari Tokyo.
Hal itu untuk membangun militer modern yang besar.
Jepang juga mengklaim China bertanggungjawab atas "propaganda" dan "disinformasi" di tengah "ketidakpastian sosial dan kebingungan" yang disebabkan oleh wabah virus corona.
Tak berhenti di situ, ancaman Jepang bertambah seiring dengan aktivitas militer gabungan yang dilakukan China dan Rusia.
(Tribunnewswiki.com/Ris)