TRIBUNNEWSWIKI.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) melayangkan tuntutan 1 tahun penjara terhadap Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dua terdakwa penyerang penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Tuntutan tersebut mendapat kritik tajam dari berbagai lapisan masyarakat.
Novel Baswedan yang menjadi korban dalam kasus tersebut juga menilai tuntutan tersebut terlalu ringan.
Dikutip Tribunnewswiki dari Kompas.com, Novel menyatakan bahwa hukum di Indonesia nampak compang-camping.
Baca: Novel Baswedan Sindir Jokowi: Selamat atas Prestasi Aparat Bapak, Sampai Ingin Ngomong TERSERAH!
Baca: Video Bintang Emon hingga Foto Ga Sengaja Jadi Sindiran Tuntutan Penyiram Novel Baswedan
"Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Kenapa? Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan, ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," kata Novel dalam sebuah video, Jumat (12/6/2020).
Novel menyatakan, tindakan penganiayan yang dialaminya adalah penganiayaan level tinggi sebab direncanakan, menggunakan air keras, dan menyebabkan luka berat.
Akan tetapi, Novel heran penganiayaan level tinggi tersebut malah hanya 'dituntut' dengan vonis hukuman 1 tahun penjara.
"Bayangkan, perbuatan selevel itu yang paling maksimal itu dituntut setahun dan terkesan penuntut justru bertindak seperti penasihat hukum atau pembela dari terdakwanya, ini hal yang harus diproses, dikritisi," ujar Novel.
Penyidik senior KPK ini juga mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan memperbaiki hukum yang "compang-camping" itu.
Novel khawatir, tanpa perhatian dari presiden, kasus yang menimpanya tersebut akan berulang dan turut dialami oleh masyarakat lain.
"Kalau pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini bahwa pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lainnya ," ujar Novel.
Komitmen pemberantasan korupsi dipertanyakan
Tuntutan satu tahun penjara bagi pelaku penyiraman air keras Novel Baswedan membuat komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menjelaskan, jaksa penuntut umum seharusnya menjadi representasi dari negara dalam memastikan terwujudnya keadilan lewat proses penegakan hukum.
"Komitmen presiden untuk mendukung pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan karena faktanya proses penegakan hukum terhadap kasus ini berjalan lama dengan hasil akhir yang tidak memberikan keadilan bagi korban dan menunjukan lemahnya dukungan terhadap pemberantasan korupsi," kata Yudi.
Yudi berpendapat, tuntutan ringan yang hanya satu tahun penjara akan berimplikasi bagi kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.
Satu di antaranya yaitu tidak terlindunginya kerja pemberantasan korupsi, khususnya yang dilakukan KPK.
"Tuntutan rendah ini akan membuat para peneror yang mempunyai maksud untuk mengganggu pemberantasan korupsi tidak merasakan rasa takut untuk menduplikasi atau bahkan mengulangi perbuatan terror terhadap pegawai bahkan pimpinan KPK," kata Yudi.
Baca: Penyiram Air Keras ke Wajah Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Tim Advokasi: Memalukan
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, kasus penyiraman terhadap Novel adalah ujian bagi rasa keadilan dan nurani penegak hukum.
"Karena secara nyata ada penegak hukum, pegawai KPK yang menjadi korban ketika ia sedang menangani kasus-kasus korupsi besar saat itu," ujar Ali.