Pemerhati HAM Komentari Kebijakan Pemerintah saat Pandemi: Antisains dan Bias Kelas, Apa Maksudnya?

Pemerhati HAM dan Pakar Hukum Tata Negara Herlambang P. Wiratman berkomentar tentang kebijakan pemerintah yang dianggapnya antisains dan bias kelas.


zoom-inlihat foto
krl-commuter-line-di-stasiun-kota-bogor-1.jpg
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Suasana di dalam Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line di Stasiun Kota Bogor, Selasa (9/6/2020). Pakar hukum tata negara menilai kebijakan pemerintah soal new normal bias kelas dan antisains.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemerhati HAM dan Pakar Hukum Tata Negara Herlambang P. Wiratman memberikan komentar terhadap kebijakan pemerintah.

Terutama kebijakan mengenai pandemi corona atau Covid-19 di Indonesia.

Pendapatnya tersebut diungkapkan dalam webinar 'Memahami Dinamika Arah Kebijakan Publik saat Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Hukum dan Politik'.

Dikatakan Herlambang pada Rabu (10/6/2020), kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkesan antisains.

Pernyataan tersebut didukung dengan adanya ilmuwan yang merasa tidak dilibatkan dalam membuat kebijakan.

Terutama yang disorot oleh Herlambang seperti yang dikutip dari Tribunews, adalah epidemiolog.

Baca: MUI Sampaikan Adanya Pertentangan Kebijakan Pemerintah Saat Tangani Covid-19 di Masjid & Tempat Umum

Baca: Ahli Psikologi Politik Soroti Kebijakan Indonesia Tangani Covid-19 : Hanya Perlu Dukungan Masyarakat

Presiden Joko Widodo memimpin pelantikan Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Syarifuddin dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Mahkamah Agung menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. Pelantikan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL
Presiden Joko Widodo memimpin pelantikan Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Syarifuddin dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Mahkamah Agung menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. Pelantikan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL)

Padahal peran dan fungsi epidemiolog saat pandemi corona adalah untuk mengambil keputusan dalam kebijakan publik.

Yaitu dengan mengidentifikasi faktor risiko dan tujuan pencegahan penyakit tertentu seperti Covid-19.

"Dalam perkembangannya, kebijakan-kebijakan (pemerintah) terkesan kuat anti sains. Ilmuwan merasa tidak dilibatkan, terutama epidemiolog," ucap Herlambang.

"Ini merupakan refleksi kebijakan yang mencerminkan kepemimpinan anti sains," tegasnya.

Padahal, menurut Herlambang kepemimpinan anti sains akan sangat berbahaya bagi masyarakat dan negara itu sendiri.

Bahaya yang dimaksud tersebut adalah  tak lepas dari prioritas kebijakan yang diambil bukan berdasarkan pada penjelasan yang rasional dari sudut pandang ilmiah.

"Tapi menggunakan asumsi, argumen kepentingan diluar kesehatan, di luar pertimbangan penyelamatan manusia dan seterusnya. Saya kira sudah banyak yang menulis di media dan ilmuwan sudah mengatakan kekhawatirannya," kata Herlambang.

Selain itu, Herlambang mengatakan sejak awal strategi kebijakan atau pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah tidak cukup kuat.

Dia mencontohkan pengambilan kebijakan yang berubah-ubah dari darurat masyarakat menjadi bencana nasional non alam.

Pertanyaan juga muncul karena standar pemenuhan bencana nasional non alam adalah pemenuhan kebutuhan hak dasar.

Namun yang terjadi di lapangan adalah berdasarkan charity atau kedermawanan.

"Harusnya itu ditetapkan sebagai kewajiban, dan bukan kedermawanan. Itu menunjukkan bahwa langkah ini patut dipertanyakan efektivitasnya dan sejauh mana masyarakat akan bisa terlindungi ketika ada kebijakan yang sama sekali jauh dari realisasi progresif," tandasnya.

Kebijakan New Normal dinilai bias kelas

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kesiapan penerapan prosedur standar tatanan baru atau new normal pada Selasa, (26/5/2020) pagi di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Dalam foto, Jokowi terlihat didampingi oleh oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Idham Aziz. Rencananya, sebanyak 340.000 anggota TNI-Polri akan dikerahkan untuk melakukan pengawasan di 1.800 titik obyek keramaian.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kesiapan penerapan prosedur standar tatanan baru atau new normal pada Selasa, (26/5/2020) pagi di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Dalam foto, Jokowi terlihat didampingi oleh oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Idham Aziz. Rencananya, sebanyak 340.000 anggota TNI-Polri akan dikerahkan untuk melakukan pengawasan di 1.800 titik obyek keramaian. (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Herlambang juga memberikan komentarnya terkait kebijakan new normal di tengah pandemi corona cenderung bias kelas.





Halaman
12
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved