TRIBUNNEWSWIKI.COM - Terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, merasa bersalah.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk MSi selaku saksi ahli, yang mewawancarai langsung kedua terdakwa, Ronny Bugis pada awal 2020.
Hamdi menyampaikan, penyesalan tersebut diungkap saat terdakwa tahu institusi Polri terkena imbas atas kelakuannya yang tercela tersebut.
Bahkan, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut terkena imbasnya.
"Ketika dia melakukan salah dan kesalahannya itu berimplikasi yang luas seperti yang dia lihat, kok malah pimpinan saya jadi bulan-bulanan media?"
"Kapolri hingga Presiden jadi bulan-bulanan," kata Hamdi saat menjadi saksi ahli di PN Jakarta Utara, Kamis (28/5/2020).
Hamdi mengatakan, Ronny Bugis tak menyangka perbuatannya tersebut dapat berimplikasi luas terhadap institusinya.
Baca: Dipanggil Penyidik Soal Kasus Air Keras, Novel Baswedan : Akan Jelas Setelah Saya Beri Keterangan
Baca: Pelaku Dendam dan Sebut Novel Baswedan Pengkhianat, Pakar Ekspresi: Tidak Terlihat Perasaan Dendam
Saat ikut mengeksekusi Novel Baswedan, dia mengaku tidak berpikir panjang.
"Ini citra kesatuannya jadi terkena karena dianggap tidak becus."
"Padahal dia tahu dia terlibat disitu."
"Dia merasa bersalah. Kalau diwawancara itu diungkap. Itu betul-betul keterangan Ronny Bugis. Saya kira rekamannya ada," ungkapnya.
Gejolak penyesalan tersebut, kata Hamdi, juga dipengaruhi sosok Ronny Bugis yang disebut memiliki kepribadian religius.
Dengan kata lain saat diwawancarai, ia tidak kuasa menahan rasa bersalahnya.
"Dia kan aktif betul di gereja. Sepanjang riwayat itu dia memang religius, atau moralitynya tinggi."
"Jadi dia bukan orang yang tidak dekat dengan nilai-nilai moral dan religius."
"Dengan begitu kata hatinya itu sebenarnya terbentuk," paparnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).
Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Baca: Pelaku Dendam dan Sebut Novel Baswedan Pengkhianat, Pakar Ekspresi: Tidak Terlihat Perasaan Dendam
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kecewa atas jalannya persidangan perkara penyiraman air keras yang ia alami.