TRIBUNNEWSWIKI.COM - Beberapa wilayah di Indonesia mengalami keadaan cuaca yang cukup panas di pertengahan Ramadan kali ini.
Tidak sekidit yang mengeluhkan jika kondisi di siang hari menjadi sangat panas dan gerah.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun menjelaskan alasan cuaca panas dan suasana yang gerah tersebut terjadi.
Kasubid Peringatan Dini Cuaca BMKG, Agie Wandala Putra mengatakan jika kondisi panas saat ini tidak dirasakan di seluruh wilayah di Indonesia.
Namun, hanya beberapa daerah di Indonesia saja yang mengalami keadaan suhu udara tinggi dan panas.
"Kalau melihat dari distribusinya sebetulnya tidak semua daerah di indonesia sedang dilanda kondisi udara yang relatif panas. Sumatra masih banyak hujan. hanya memang Jawa, Bali, Nusa Tenggara sedang dalam kondisi kering," ungkapnya kepada Tribunnews.com melalui WhatsApp, Jumat (8/5/2020).
Baca: Video Pasien Dikeluarkan Paksa oleh RSUD Ogan Ilir Beredar di Facebook, Direktur RS Beri Keterangan
Baca: Ramalan Zodiak Karier Hari Ini Jumat 8 Mei 2020: Pisces Harus Tetap Fokus, Capricorn Dapat Kejutan
Baca: Nekat Balap Liar di Tengah Pandemi, 62 Remaja Dijemur, Disemprot Antiseptik, dan Jalani Rapid Test
Agie mengungkapkan suasana terik umumnya disebabkan oleh suhu udara yang tinggi dan disertai oleh kelembapan udara yang rendah.
"Terutama terjadi pada kondisi langit cerah dan kurangnya awan, sehingga pancaran sinar matahari langsung lebih banyak diteruskan ke permukaan bumi," ujarnya.
Akibat berkurangnya tutupan awan terutama di wilayah Indonesia bagian selatan pada akhir-akhir ini menyebabkan wilayah di sebelah tengah berada pada masa transisi.
Yakni dari musim penghujan menuju ke musim kemarau.
"Sebagaimana diprediksikan BMKG sebelumnya, seiring dengan pergerakan semu matahari dari posisi di atas khatulistiwa menuju Belahan Bumi Utara," jelas Agie.
Transisi musim ditandai mulai berembusnya angin timuran dari Benua Australia (monsun Australia) terutama di wilayah bagian selatan Indonesia.
Kemudian angin monsun Australia ini bersifat kering dan kurang membawa uap air, sehingga menghambat pertumbuhan awan.
"Kombinasi antara kurangnya tutupan awan serta suhu udara yang tinggi dan cenderung berkurang kelembapannya inilah yang menyebabkan suasana terik yang dirasakan masyarakat," jelasnya.
Baca: Nekat Mudik saat Pandemi dan Melawan Petugas? Bisa Kena Denda Rp 100 Juta atau Penjara Setahun
Baca: Fakta Penangkapan Ferdian Paleka: Ditangkap Bersama Paman, Diledek Saat Diperiksa Polisi
Agie melanjutkan jika secara klimatologis bulan April hingga Juni memang tercatat sebagai bulan-bulan dimana suhu maksimum mengalami puncaknya di Jakarta dan di beberapa daerah sekitarnya.
Kemudian akan terus mengalami cuaca panas hingga Oktober dan November.
"Pola tersebut mirp dengan pola suhu maksimum di Surabaya, sementara di Semarang dan Jogjakarta, pola suhu maksimum akan terus naik secara gradual pada bulan April dan mencapai puncaknya pada bulan September-Oktober," ungkapnya.
BMKG memberi catatan meskipun tingginya suhu maksimum hari-hari ini tidak dapat dikatakan dipicu secara langsung oleh perubahan iklim.
"Namun dalam analisis perubahan iklim oleh Peneliti BMKG dengan menggunakan data yang panjang sejak tahun 1866," ujarnya.
Diketahui, tren kenaikan suhu yang terjadi sekarang telah meningkat secara signifikan, terutama di daerah Jakarta, sebanyak 2,12 derajat celcius per 100 tahun, (Siswanto et al 2016, International Journal of Climatology).
Kenaikan tersebut pun juga tercatat pada lebih dari 80 stasiun BMKG untuk pengamatan suhu udara di Indonesia dalam periode 30 tahun terakhir (Supari et al, 2017, International Journal of Climatology)
Kenaikan Suhu Tidak hanya di Indonesia
Sementara itu tren suhu udara yang terus meningkat itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak tempat di dunia.
Menurut BMKG kenaikan suhu udara dan munculnya cuaca panas ini diketahui sebagai fenomena pemanasan global.
"Yang kemudian kita kenal sebagai fenomena pemanasan global," ungkapnya.
Pemantauan suhu rata-rata secara global menunjukkan hampir tiap tahun tercatat rekor baru suhu tertinggi dunia.
Baca: Sering Terlambat Makan Sahur saat Puasa Ramadan? Ini 5 Kiat Mudah Agar Tak Bangun Kesiangan
Baca: Menaker Izinkan Pengusaha Tunda dan Cicil THR Karyawan, Serikat Buruh Bereaksi
Badan Meteorologi Dunia (WMO) dalam rilisnya tanggal 15 Januari 2020 menyatakan bahwa tahun 2019 adalah tahun terpanas ke-2 sejak tahun 1850, setelah tahun 2016.
Analisis BMKG menunjukkan hal serupa untuk suhu rata-rata di wilayah Indonesia dimana tahun 2019 juga merupakan tahun terpanas ke-2 setelah tahun 2016.
Suhu rata-rata tahun 2019 lebih hangat 0,95 derajat celcius dibandingkan suhu rata-rata klimatologis periode 1901-2000.
Lebih lanjut Agie menjelaskan fenomena suhu udara tinggi yg terjadi saat ini tampaknya lebih dikontrol oleh pengaruh posisi gerak semu matahari dan mulai bertiupnya angin monsun kering dari benua Autralia.
"Yang berdampak pada kurangnya tutupan awan di atas wilayah Indonesia, sehingga sinar matahari langsung mencapai permukaan bumi tanpa adanya penghalang awan," pungkasnya.
(TribunnewsWiki.com/Restu, Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Penjelasan BMKG Soal Cuaca Panas yang Terjadi di Pertengahan Ramadan