TRIBUNNEWSWIKI.COM - Singapura digadang-gadang sebagai negara yang layak dicontoh terkait penanganan virus corona.
Pasalnya, negara tetangga ini berhasil menahan laju penularan Covid-19 sepanjang bulan Maret.
Pada awal Maret, Singapura mencatat lebih dari 100 infeksi, Seperti diberitakan South China Morning Post, Jumat (3/4/2020).
Penelusuran kontak, prosedur karantina yang ketat, dan pembatasan perjalanan yang terukur mendapat pujian dari pihak luar.
Baca: AS-China Saling Tuding, PM Singapura Sempat Berseru Dunia Akan Cari Pemimpin Lain Tangani Covid-19
Baca: Tak Banyak Petugas Medis Terpapar Covid-19, Begini Perencanaan Matang Singapura Hadapi Pandemi
Sebagai contoh, Singapura (per 25 Maret) telah melakukan 6.800 tes per juta orang, lebih dari Korea Selatan pada 6.500 dan Taiwan, 1.000.
Nega lain dibuat 'cemburu' dengan keberhasilan Singapura, yang menjaga angka penularan di level rendah, tapi juga tetap membuka sekolah dan mal seperti biasa.
Namun nampaknya kondisi di Singapura kini sedikit berbeda.
Kasus di Singapura sudah menembus angka 1.000 pada 1 April 2020.
Sepanjang Februari, jumlah infeksi baru dalam sehari tetap dalam satu digit.
Tapi pada 1 April, ada 74 kasus baru, sementara 2 April ada 49 infeksi dan kematian keempat.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Para ahli mengatakan lonjakan kasus di negara merupakan "gelombang kedua" infeksi.
Baca: Ilmuwan AS Klaim Virus Corona Bisa Menjadi Penyakit Musiman: Penting untuk Kembangkan Vaksin
Baca: Menkes Singapura Beberkan 8 Strategi Hadapi Covid-19: Deteksi Dini, hingga Lindungi Petugas Medis
Gelombang pertama dimulai ketika wisatawan dari China daratan menularkan virus ke penduduk Singapura pada tahap awal wabah global.
Kasus paling awal terjadi sebelum negara kota itu menerapkan pembatasan perjalanan.
Seiring bertambahnya jumlah kasus, negara kota itu memberlakukan pembatasan perjalanan yang semakin ketat, pertama-tama menargetkan pelancong asing yang datang dari China, lalu Korea, Italia, dan Iran, dan akhirnya melarang semua pelancong.
Namun, sebagian besar dari gelombang infeksi kedua melibatkan penduduk Singapura yang kembali dari luar negeri seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang mengalami lonjakan kasus.
Yang lebih mengkhawatirkan bagi pihak berwenang, gelombang kedua juga mencakup peningkatan jumlah infeksi yang ditularkan secara lokal dan kasus-kasus tanpa hubungan yang diketahui dengan pasien yang dikonfirmasi.
Menanggapi gelombang kedua, Singapura memperkenalkan langkah-langkah social distancing yang lebih ketat, melarang masuknya semua pelancong dari 23 Maret.
Dan pada tanggal 27 Maret, menutup bar dan tempat hiburan malam, membatasi pertemuan hingga 10 orang , serta memperkenalkan hukuman bagi individu dan restoran yang melanggar.
Warga mulai didesak untuk tinggal di rumah dan pergi hanya untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
Baca: Penerbangan Terdampak Covid-19, Pramugari di Singapura Kerja di Toko Ritel demi Penuhi Kebutuhan