Lantas, apakah pencegahan semacam ini efektif?
Sejalan dengan apa yang diulas Kompas.com, fakta-fakta di China dan sejumlah negara yang telah memberlakukan social distancing dan work from home, yaitu terjadi perlambatan penyebaran setelah hal tersebut dilaksanakan.
Perbandingannya yaitu dengan saat sebelum atau tidak ada pembatasan yang efektif.
Sejarah wabah flu Spanyol pada 1918 contohnya, memperlihatkan pula efektivitas pembatasan interaksi sedini mungkin terhadap jumlah kasus, penyebaran lanjutan, dan atau tingkat kematian.
Semakin awal pembatasan interaksi ini dijalankan, jumlah kasus yang terjadi lebih sedikit dibandingkan wilayah lain yang berbeda terlalu lama sebelum menerapkan pembatasan interaksi ini.
Baca: Wabah Virus Corona di Italia: Orang Berusia 80 ke Atas akan Dibiarkan Mati jika Kondisinya Kritis
Belajar dari Italia
Tentu, masyarakat tidak ingin kejadian yang sama atau kasus corona di Italia terjadi di Indonesia.
Dikutip dari The Guardian, pada tanggal 8 Maret 2020 Perdana Menteri Giuseppe Conte menutup sebagian besar Italia yang berpenduduk 16 juta orang.
Karantina rencananya akan diberlakukan saat infeksi virus mendekati angka 6.000 dan angka kematian lebih dari 230 orang.
Akan tetapi yang terjadi yaitu isu penutupan tersebut bocor lebih dulu pada publik.
Satu hari sebelum diberlakukannya kebijakan tersebut, ribuan orang melarikan diri dari utara Italia.
Seorang profesor virologi di Universitas Vita-Salute San Raffaele Milan Roberto Burioni menjelaskan bahwa kebocoran tersebut yang memicu perjalanan orang Italia ke bagian selatan.
"Sayangnya beberapa dari mereka yang melarikan diri justru terinfeksi penyakit ini," katanya seperti dikutip The Guardian.
(Tribunnewswiki.com/Kaa, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)