TRIBUNNEWSWIKI.COM - Wabah COVID-19 atau virus corona baru masih melanda Indonesia.
Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk seluruh rakyat Indonesia tetap berdiam diri di rumah, dan menerapkan social distancing jika berada di luar.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah menekankan untuk masyarakat yang masih bekerja untuk dapat beralih kerja di rumah atau work from home (WFH) sementara waktu.
Adanya instruksi dari pemerintah tersebut malah tampak ditanggapi berbeda oleh sebagian masyarakat.
Instruksi yang seharusnya dimanfaatkan masyarakat berdiam diri di rumah dan menjaga jarak, malah disalahgunakan untuk liburan.
Baru-baru ini, Wishnutama Kusubandio selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menekankan untuk tetap di rumah dan melakukan social distancing.
Baca: Rachel Vennya Galang Donasi Atasi Covid-19, dari Target 1 Miliar Kini Capai Hampir 2 M
Baca: Donald Trump Sebut Corona Sebagai Virus China, Hubungan Tiongkok-Amerika Memanas
"Kami mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian jika tidak diperlukan, kecuali untuk keperluan mendesak, melakukan social distancing, menerapkan higienitas, dan gaya hidup sehat," jelas Wishnutama seperti dikutip siaran pers Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang diterima Kompas.com, Selasa (17/3/2020).
Wishnutama juga mengimbuhkan, jika masih ada tempat wisata yang beroperasi dapat memperhatikan secara baik waktu operasional, jumlah kunjungan.
Selanjutnya, pengetatan pintu masuk berupa pengecekan kesehatan pengunjung hingga memastikan keamanan, kenyamanan, dan higienitas.
Tak sampai di situ, turut serta menjaga sanitasi dengan menyediakan akses ke sarana cuci tangan berupa air mengalir dan sabun antiseptik.
Kemudian juga menyediakan tisu atau masker, dan melakukan disinfeksi terhadap fasilitas yang ada.
Ikuti instruksi
Tak menyimpang dengan Wishnutama, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia memberikan seruan untuk berdiam diri di rumah bukan berarti malah digunakan untuk liburan.
"Jadi, kita belajar di rumah, bekerja dari rumah. Jadi ya memang orang diminta untuk mengurangi bepergian supaya menekan penyebaran virusnya," jelas Cucu ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (17/3/2020).
"Jadi kalau kita malah datang ke tempat yang banyak orang itu malah berpotensi penyebaran virusnya makin cepat," ujar Cucu.
Lebih lanjut Cucu menerangkan bahwa Pemerintah Daerah DKI Jakarta sudah diminta oleh Gubernur Anies Baswedan untuk bekerja di rumah atau work from home (WFH).
Dia berharap masyarakat tidak memiliki persepsi yang salah mengenai belajar dan bekerja di rumah ini adalah liburan.
Baca: Donald Trump Sebut Corona Sebagai Virus China, Hubungan Tiongkok-Amerika Memanas
Pentingnya social distancing
Ketika social distancing, masyarakat diminta untuk membatasi diri menjalin kontak fisik secara langsung dengan orang lain, yang bisa memungkinkan virus menular dari satu orang ke orang lainnya.
Social distancing setidaknya dilaksanakan selama 14 hari, sesuai dengan lamanya masa inkubasi virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China ini.
Lantas, apakah pencegahan semacam ini efektif?
Sejalan dengan apa yang diulas Kompas.com, fakta-fakta di China dan sejumlah negara yang telah memberlakukan social distancing dan work from home, yaitu terjadi perlambatan penyebaran setelah hal tersebut dilaksanakan.
Perbandingannya yaitu dengan saat sebelum atau tidak ada pembatasan yang efektif.
Sejarah wabah flu Spanyol pada 1918 contohnya, memperlihatkan pula efektivitas pembatasan interaksi sedini mungkin terhadap jumlah kasus, penyebaran lanjutan, dan atau tingkat kematian.
Semakin awal pembatasan interaksi ini dijalankan, jumlah kasus yang terjadi lebih sedikit dibandingkan wilayah lain yang berbeda terlalu lama sebelum menerapkan pembatasan interaksi ini.
Baca: Wabah Virus Corona di Italia: Orang Berusia 80 ke Atas akan Dibiarkan Mati jika Kondisinya Kritis
Belajar dari Italia
Tentu, masyarakat tidak ingin kejadian yang sama atau kasus corona di Italia terjadi di Indonesia.
Dikutip dari The Guardian, pada tanggal 8 Maret 2020 Perdana Menteri Giuseppe Conte menutup sebagian besar Italia yang berpenduduk 16 juta orang.
Karantina rencananya akan diberlakukan saat infeksi virus mendekati angka 6.000 dan angka kematian lebih dari 230 orang.
Akan tetapi yang terjadi yaitu isu penutupan tersebut bocor lebih dulu pada publik.
Satu hari sebelum diberlakukannya kebijakan tersebut, ribuan orang melarikan diri dari utara Italia.
Seorang profesor virologi di Universitas Vita-Salute San Raffaele Milan Roberto Burioni menjelaskan bahwa kebocoran tersebut yang memicu perjalanan orang Italia ke bagian selatan.
"Sayangnya beberapa dari mereka yang melarikan diri justru terinfeksi penyakit ini," katanya seperti dikutip The Guardian.
(Tribunnewswiki.com/Kaa, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)