"Apa kamu ingin kami pasrah pada penderitaan ini? Kami bisa melawan", ujar Dicko.
Aktivis hak asasi manusia, Alione Tine, dari tetangga baratnya, Negara Senegal, menyerukan aksi di seluruh Afrika untuk menangkal ancaman tersebut.
"Jika Afrika tidak mengerahkan bantuan untuk Mali dan Burkina Faso, maka tidak akan dapat terhindar dari serangan cepat (jihadist) yang menyerang sepanjang pesisir di negara-negara Afrika Barat sebagai target terpilih lainnya" dari para kelompok militan, ujar Alione.
Kekejaman kelompok militan ini dilaporkan telah menyebar ke negara Burkina Faso dan Nigeria, di mana para ekstrimis ini telah memicu perselisihan antar-komunitas, di negara tersebut yang menyebabkan ratusan orant tewas.
Di negara Mali, serangan kelompok militan ini menyebar dari utara yang wilayahnya gersang ke pusat negara, yang memiliki beragam etnis dan banyak penduduk.
Serangan kelompok militan yang belakangan terjadi merupakan penghinaan terhadap kekuatan Pasukan G5 Sahel -inisiatif bentukan dari lima negara yang membentuk 5.000 tenaga pasukan anti-teror- dan bekas hukum kolonial Prancis (yang sebelumnya berada di wilayah tersebut), di mana sempat membawa keamanan di wilayah-wilayah yang rapuh.
Wilayah utara Mali dilaporkan berada di bawah kontrol jaringan Al-Qaeda, pasca gagalnya tentara Mali untuk menggagalkan pemberontakan di sana tahun 2012.
Negara Prancis memimpin dan meluncurkan kampanye untuk melawan para jihadis / kelompok militan ini, dan telah berhasil menekan mereka kembali setahun belakangan.
Kendati demikian, para kelompok militan ini telah bersatu kembali dan memperluas jaringannya dengan serangan kilat dan ranjau peledak di pusat kota dan selatan dari Negara Mali.
Baca: Peringatan Serangan Teroris, Emmanuel Macron Ingatkan Warga Prancis Ideologi Garis Keras Mematikan
Baca: Usai Beraksi, Teroris Penembakan Selandia Baru Sempat Bertanya, Berapa Banyak yang Saya Bunuh?
--
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)