TRIBUNNEWSWIKI.COM – Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi serta berbagai elemen masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Aksi demonstrasi tersebut digelar di depan Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Tidak berselang lama, kelompok mahasiswa dari sejumlah kampus pun bergabung dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Mereka membawa spanduk dan poster berisi berbagai tuntutan agar DPR dan pemerintah menunda pengesahan RKUHP.
Salah satunya adalah poster dengan tulusan, “Tolak RKUHP Ngawur!”.
Ada juga beberapa poster berwarna kuning dengan tulisan “Orde Baru 4.0”.
Baca: Demonstrasi Tolak Rancangan KUHP: Urusan Ranjang Bukan Urusan Negara!
Dikutip dari Kompas.com, Senin (16/9/2019), dalam orasinya, mahasiswa menilai sejumlah pasal dalam RKUHP mengancam demokrasi dan kebebasan berekspresi serta menyatakan pendapat.
Mereka mencontohkan soal contempt of court, pasal penghinaan terhadap presiden, dan pasal makar.
Bahkan, para mahasiwa menyebut anggota DPR sebagai penganut paham fasisme yang cenderung otoriter karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan undang-undang.
"DPR fasis, anti-demokrasi!" ujar salah seorang mahasiwa berjaket kuning saat berorasi.
Ia juga mengajak teman-temannya untuk menunjuk Gedung DPR yang berada di balik pagar.
Baca: Demo Tolak Tambang Emas di Takengon: Jangan Keruk Emas di Tanah Leluhur Kami!
Seperti sudah disinggung sebelumnya, DPR menjadwalkan pengesahan rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat paripurna pada akhir September.
Menurut jadwal, rapat paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).
Kendati demikian, draf terbaru RKUHP justru mendapat kritik dari organisasi masyarakat sipil.
Mereka menilai masih terdapat banyak ketentuan pasal yang bermasalah.
Lima substansi dari banyak pasal yang dianggap masih bermasalah, yakni penerapan hukuman mati, tindak pidana makar, pasal warisan kolonial, pidana terhadap proses peradilan, dan living law.
Sementara itu, proses pembahasan RKUHP antara DPR dan pemerintah selama ini juga menuai kritik dari masyarakat.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menilai, pembahasan tersebut dilakukan secara tertutup dan terkesan diam-diam.
Baca: Deretan Poin dalam Draf Revisi UU KPK yang Berpotensi Lumpuhkan Lembaga Antirasuah
Menurut dia, masyarakat sipil sama sekali tidak mendapatkan informasi bahwa pembahasan RKUHP akan dilakukan pada pada Sabtu (14/9/2019) dan Minggu (15/9/2019) di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta.
"Kami juga tidak dapat mengakses informasi atau dokumen apa pun dari hasil rapat tertutup tersebut," ujar Anggara seperti dilansir Kompas.com, Senin (16/9/2019).