17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: KH Zainul Arifin Pohan

KH Zainul Arifin adalah tokoh pejuang kemerdekaan yang ikut berperang dalam Agresi Militer Belanda 1 & 2. Zainul Arifin yang juga seorang tokoh Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) ini diberi gelar pahlawan nasional pada tahun 1963.


zoom-inlihat foto
zainul-arifin-pohan-2.jpg
Kolase foto (tokoh.id dan pahlawancenter.com)
KH. Zainul Arifin Pohan (1909-1963)

KH Zainul Arifin adalah tokoh pejuang kemerdekaan yang ikut berperang dalam Agresi Militer Belanda 1 & 2. Zainul Arifin yang juga seorang tokoh Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) ini diberi gelar pahlawan nasional pada tahun 1963.




  • Informasi Awal #


TRIBUNNEWS.COM -  Zainul Arifin atau Kiai Haji Zainul Arifin adalah seorang tokoh pejuang kemerdekaan yang ikut berperang dalam Agresi Militer Belanda 1 & 2.

Sebagai seorang tokoh yang mewakili Nadlatul Ulama (NU) dalam Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Zainul Arifin juga ikut berjuang di Laskar Hizbullah dalam perang mempertahankan kemerdekaan.

Zainul Arifin Pohan lahir pada 2 September 1909 di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda pada tahun 1949, Zainul Arifin menjadi wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPR-S).

Kemudian, ia juga menjadi Wakil Perdana Menteri di era Kabinet Ali Sastroamidjojo I.

Selanjutnya, ia juga pernah menjadi Ketua DPR Gotong-Royong (DPR-GR).

Pada tanggal 14 Mei 1962, Zainul Arifin terkena tembakan anggota Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang sebenarnya mengincar Presiden Soekarno saat Salat Idhul Adha di Jakarta.

Beberapa kali harus keluar masuk rumah sakit, Zainul Arifin wafat pada 2 Maret 1963 pada usia 53 tahun.

Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Berkat jasa-jasanya, Presiden Soekarno atas nama pemerintah RI memberi gelar Zainul Arifin sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 35/tahun 1963 tanggal 4 Maret 1963.

Zainul Arifin Pohan 3
Zainul Arifin yang saat itu adalah Ketua DPR-GR, tertembak saat melaksanakan Shalat Idul Adha tahun 1962. (id.wikipedia.org)

  • Kehidupan Pribadi #


Zainul Arifin menempuh pendidikan hingga sekolah menengah dan kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan guru di Kerinci, Jambi.

Selain itu, Zainul Arifin juga banyak memperdalam ilmu agama dengan bimbingan para ulama.

Setelah menyelesaikan pendidikan formal dan pendidikan agamanya, Zainul Arifin merantau ke Batavia (Jakarta) pada 1925.

Zainul Arifin merantau di usia 16 tahun.

Dalam hidupnya, Zainul Arifin sangat tertarik dengan kebudayaan Betawi dan Melayu.

Zainul Arifin terlibat aktif dalam berbagai kegiatan seni-budaya Betawi.

Zainul Arifin juga menguasai bahasa Belanda.

Ia sering bertindak sebagai pokrol bambu yaitu semacam pengacara tanpa latar belakang pendidikan hukum untuk warga Betawi yang membutuhkan. [2]

  • Riwayat Pekerjaan & Organisasi #


Kegiatan yang dilakukan Zainul Arifin cukup beragam pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Zainul Arifin sempat bekerja di perusahaan air minum milik pemerintah kotapraja (Gementee) selama 5 tahun.

Di perusahaan air minum ini, Zaenal Arifin terkena pemutusan kerja karena kebijakan resesi global.

Setelah berhenti dari pekerjaan sebelumnya, Zainul Arifin menjadi guru sekolah dasar dan menggagas Perguruan Rakyat di kawasan Meester Cornelis atau Jatinegara, Jakarta.

Selain sebagai guru, Zaenal Arifin juga sering menjadi pokrol bambu, yaitu semacam pengacara tanpa latar belakang pendidikan hukum untuk warga Betawi yang membutuhkan.

Selanjutnya, Zainul Arifin bergabung dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor juga sekaligus anggota Nahdlatul Ulama (NU).

Kariernya di Nahdlatul Ulama melesat dengan cepat.

Zainul Arifin pun menempati posisi sebagai Ketua Cabang NU Jatinegara.

Selanjutnya menjadi Ketua Majelis Konsul NU Batavia hingga kedatangan Jepang pada 1942.

Di era kependudukan Jepang, Zainul Arifin berperan cukup sentral.

Zainul Arifin kemudian menjadi wakil NU di kepengurusan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dibentuk pada 1943.

Selain itu, Zainul Arifin juga turut menginisiasi pembentukan laskar Hizbullah dan mendapatkan pelatihan militer dari Jepang sebagai bentuk keikutsertaan di Perang Asia Timur Raya melawan Sekutu.

Hizbullah adalah salah satu laskar semi militer di Indonesia bentukan Jepang, selain Pembela Tanah Air (PETA) dan lain organisasi.

Zainul Arifin juga adalah Ketua Markas Tertinggi Hizbullah

Dalam perannya ini, ia mengingatkan akan pentingnya latihan kemiliteran bagi pemuda sebagai bagian dari perjuangan agama dan cita-cita perjuangan bangsa.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Zainul Arifin dan Laskar Hizbullah ikut bertempur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, termasuk dalam Agresi Militer Belanda I dan II.

Zainul Arifin bertugas mengkoordinasi laskar-laskar untuk berjuang secara gerilya membantu angkatan perang RI di bawah pimpinan Jenderal Soedirman.

Selain sebagai bagian dari laskar Hizbullah, Zainul Arifin juga turut mewakili Indonesia di Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai anggota Zainul Arifin kemudian turut mempertahankan negara bersama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Bukitttingi, Sumatera Barat, sebagai anggota Komisariat Pemerintah Pusat di Djawa (KPPD).

Perwakilannya di PDRI berfungsi ketika para pemimpin republik ditangkap dan diasingkan Belanda ke luar Jawa pada akhir 1948.

Setelah penyerahan kedaulatan Indonesia tahun 1949, Zainul Arifin sempat menjadi sekretaris pimpinan TNI karena pengalaman di Laskar Hizbullah.

Namun, pada akhirnya ia memilih mundur karena banyak mantan anggota Hizbullah yang tidak diterima menjadi anggota TNI.

Selesai di bidang militer, Zainul Arifin lantas beralih fokus ke jalur politik karena sudah punya pengalaman di GP Ansor, NU, maupun Masyumi, juga anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang merupakan embrio dari DPR/MPR.

Dalam bidang politik, Zainul Arifin pernah menjadi anggota parlemen di DPR Sementara (DPRS) mewakili Masyumi.

Kemudian ia bergabung dengan Partai Nahdlatul Ulama.

Selanjutnya, Zainul Arifin masuk kabinet setelah ditunjuk untuk menjabat Wakil Perdana Menteri di Kabinet Ali Sastroamidjojo I sejak 30 Juli 1953.

Dua tahun setelah selesai tugasnya, Zainul Arifin menjadi anggota Majelis Konstituante dan Wakil Ketua DPR.

Tercatat mulai tahun 1960, Zainul Arifin terpilih sebagai Ketua DPR Gotong Royong (DPR-GR). 

Pada masa jabatan ini, Zainul Arifin mengalami insiden penembakan yang mengenai dirinya. [3]

  • Peristiwa Penembakan di Idul Adha (1962) #


Pada tanggal 14 Mei 1962, rangkaian salat Idul Adha dimulai pada pagi hari

Para pejabat baik dari instansi pemerintahan dan militer bersama-sama hadir di kompleks Istana Negara Jakarta, termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Zainul Arifin.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Idham Chalid bertindak sebagai imam.

Sementara khatibnya adalah A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan/KSAD.

Zainul Arifin menempati baris paling depan, di sisi kanan Jenderal Nasution yang bersebelahan dengan Presiden Soekarno.

Di samping kiri Zainul Arifin ada Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri.

Setelah rukuk pada rakaat kedua, tiba-tiba terdengar pekik suara takbir dari arah belakang saf pertama, yaitu di barisan keempat yang berjarak kurang dari 6 meter, disusul beberapa kali suara letusan pistol yang memecah kekhidmatan sekaligus menimbulkan kepanikan.

Dari barisan terdepan, sesosok tubuh ambruk, yaitu Zaenul Arifin.

Zainul Arifin terkulai di atas sajadah dengan bahu berlumuran darah.

“Saya kena,” ucapnya lirih sambil terus mengucapkan zikir.

Peluru yang ditembakkan oleh seseorang mengenai bahu kirinya.

Nyawa Zainul Arifin dapat diselamatkan saat itu.

Kejadian tersebut ternyata meninggalkan dampak buruk baginya.

Pelaku penembakan adalah seorang anggota Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) suruhan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Sasaran utama penembakan sebenarnya adalah Presiden Soekarno, namun meleset dan menyerempet bahu Zainul Arifin serta terkena beberapa orang lainnya.

Beberapa bulan setelah peristiwa menghebohkan tersebut, tanggal 4 Juni 1962, Kartosoewirjo berhasil ditangkap, dijatuhi hukuman mati, dan dieksekusi di salah satu pulau di Kepulauan Seribu pada 5 September 1962.

Pelaku penembakan adalah anak buah Kartosoewirjo itu diperkirakan berusia sekitar 35, memakai kemeja putih dengan jas warna coklat muda dan berkain sarung berwarna coklat agak tua.

Selain pelaku penembakan, ditangkap juga seorang laki-laki lain yang menyimpan pistol di bawah tikar yang digunakannya untuk alas sembahyang Idul Adha di areal Istana Negara itu. [4]

  • Dua Versi Penembakan

Dikutip dari Tirto dalam artikel Iswara N Raditya, Zainul Arifin, Kiai NU yang Menjadi "Perisai" Bung Karno, terdapat dua versi terkait luputnya percobaan pembunuhan terhadap Sukarno itu. 

Maulwi Saelan dalam buku Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66: Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2008) menjelaskan bahwa si pelaku kebingungan karena melihat Bung Karno yang tengah dibidiknya ada dua wujud atau dua orang sehingga tembakannya meleset.

Sementara menurut penuturan cucu Zainul Arifin, Ario Helmy, yang ditulis Abdullah Alawi dalam artikel berjudul “Peristiwa Idul Adha Berdarah 1962”, menerangkan bahwa seorang pengawal presiden bergerak cepat dengan segera menepiskan tangan si pelaku sebelum menembak sehingga arah tembakannya melenceng. [5]

  • Wafat & Penghargaan #


Peluru yang semula diniatkan untuk ditembakkan ke Presiden Soekarno yang mengenai bahu kiri dari Zainul Arifin berdampak pada kesehatannya.

Zainul Arifin harus berkali-kali keluar masuk rumah sakit, hingga meninggal dunia pada 2 Maret 1963 setelah beberapa hari mengalami koma.

K.H. Zainul Arifin wafat dalam usia 53.

Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Dua hari kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1963, Presiden Sukarno atas nama pemerintah RI memberi gelar Zainul Arifin sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 35/tahun 1963 tanggal 4 Maret 1963.

Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Sultan Agung

Baca: PAHLAWAN NASIONAL - La Maddukelleng

Baca: PAHLAWAN NASIONAL-Gatot Subroto

Baca: PAHLAWAN NASIONAL- R. E. Martadinata

 

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)

JANGAN LUPA SUBSCRIBE CHANNEL YOUTUBE TRIBUNNEWSWIKI.COM

 



Informasi Detail
Nama Zainul Arifin Pohan
Lahir Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 2 September 1909
Wafat Jakarta, 2 Maret 1963
Riwayat Organisasi
Nahdlatul Ulama di Partai Masyumi (1942-1945)
Anggota GP Anshor dan Partai Nahdlatul Ulama (1949-1962)
Riwayat Pekerjaan
Wakil Masyumi di Badan Pekerja - Komite Nasional Indonesia Pusat (BP - KNIP) (1945-1949)
Laskar Hizbullah (1945-1949)
Wakil - Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) (1945-1949)
Wakil Partai Masyumi - DPR Sementara
Wakil Perdana Menteri - Kabinet Ali Sastroamijoyo I
Anggota - Majelis Konstituante & Wakil Ketua DPR
Ketua DPR Gotong Royong (DPR-GR)


Sumber :


1. pahlawancenter.com
2. tirto.id
3. tirto.id
4. tirto.id
5. www.nu.or.id


Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved