Daryono juga menegaskan bahwa besarnya magnitudo gempa yang disampaikan para pakar adalah potensi bukan prediksi.
"Sehingga kapan terjadinya tidak ada satupun orang yang tahu," tegas Daryono.
"Untuk itu dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi struktural dan non struktural yang nyata dengan cara membangun bangunan aman gempa, melakukan penataan tata ruang pantai yang aman dari tsunami, serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," imbuhnya.
Menurut Daryono, inilah risiko yang harus dihadapi.
3. Jangan salah memaknai kabar ini
Daryono juga mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu cemas dan taut.
Informasi gempa dan tsunami ini harus direspons dengan langkah nyata dengan cara memperkuat mitigasi.
"Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi maka kita dapat meminimalkan dampak, sehingga kita tetap dapat hidup dengan selamat, aman, dan nyaman di daerah rawan gempa," kata Daryono.
"Peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah keniscayaan di wilayah Indonesia, yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya, maupun infrastruktur untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," pungkasnya.
4. BNPB ingatkan rumus 20-20-20
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengimbau masyarakat untuk tetap siaga dalam menghadapi potensi bencan aitu.
Ada beberapa sikap yang bisa dilakukan untu kesiapsiagaan bencana.
Pertama, kenali potensi ancaman di lokasi tempat gempa berlangsung bisa menggunakan aplikasi InaRISK melalui https://inarisk.bnpb.go.id.
Cara lainnya adalah dengan membangun bangunan yang tahan gempa.
"Jadi kalau di orang sipil itu bilangnya proses perkuatan dengan retrofikasi, misalnya ada dinding bangunan yang tidak bagus diberi perkuatan dengan ditambah tulangan yang lebih baru atau kolong yang lebih berat lagi," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (20/7/2019).
Tak hanya itu, perkuatan bangunan juga bisa dilakukan dengan metode-metode lain dan lebih bagus lagi menggunakan kayu.
Agus juga mengumbau agar masyarakat mampu menerapkan prinsip 20-20-20, terutama warga yang tinggal di pinggir pantai.
"Kalau warga merasakan gempa selama 20 detik, setelah selesai (guncangan) warga harus segera evakuasi, karena di pantai akan datang tsunami dalam 20 menit, lari ke bangunan yang ketinggiannya minimal 20 meter," ujar Agus menjelaskan prinsip 20-20-20.
Proses evakuasi dengan memilih gedung tinggi meski dekat pantai tidak menjadi kendala, asalkan bangunan tersebut masih berdiri kokoh setelah gempa berhenti.
Baca: Pacquiao Rebut Gelar WBA Super Setelah Tundukkan Thurman
Baca: Agresi Militer Belanda I
Ciri-ciri bangunan yang mempunyai kualitas tahan gempa yang baik adalah bangunan yang diperiksa dan diuji oleh pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Jadi bangunan-bangunan yang sudah dites yang dibangun dengan kekuatan tahan gempa, tidak sembarang bangunan," ujar Agus.
Jangan lupa subscribe channel YouTube Tribunnewswiki.com!
(Tribunnewswiki.com/Kompas.com/Natalia Bulan R P)