Pertumbuhan ekonomi Colomadu didorong oleh bisnis barang dan jasa, pariwisata, dan industri.
Letaknya yang dekat dengan Kota Surakarta (Solo) memberi dampak positif pada perkembangannya, terbukti dengan banyaknya perumahan di daerah Klodran, Tohudan, Baturan, Blulukan, dan Bolon.
Dengan luas hanya 15,64 km2, Colomadu adalah kecamatan terkecil di Karanganyar. Namun, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk yang banyak, sekitar 75.357 jiwa, menjadikannya kecamatan paling padat di Bumi Intanpari dengan kepadatan 4.818 jiwa/km2.
Meskipun berada di bawah pemerintahan Kabupaten Karanganyar, Colomadu adalah wilayah eksklave yang berbatasan dengan Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Boyolali.
Jarak 30 kilometer ke pusat Kabupaten Karanganyar menjadi tantangan administratif bagi penduduknya.
Baca: Wisata Telaga Madirda Karanganyar
Menurut Susanto, dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, Colomadu dulu merupakan wilayah Kadipaten Mangkunegaran.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) membagi wilayah administrasi dan Colomadu dimasukkan ke Kabupaten Karanganyar melalui Undang-Undang nomor 16 tahun 1947 tentang pembentukan Haminte-Surakarta.
Keputusan ini didorong oleh lobi para pembesar Mangkunegaran yang masih menguasai Karanganyar, meskipun secara geografis Colomadu lebih dekat ke Kota Solo.
Potensi laba besar dari pabrik gula Colomadu menjadi alasan penting untuk tetap berada di bawah administrasi Kabupaten Karanganyar.
Keputusan tersebut tak lepas dari usaha dan lobi para pembesar Mangkunegaran yang masih menguasai Karanganyar.
Baca: Persika Karanganyar
Seharusnya, Colomadu memang lebih dekat untuk dimasukkan ke dalam bagian Kota Solo.
Tapi, para pembesar Keraton Mangkunegaran melobi agar wilayah Colomadu tidak tergabung dalam kuasa Pemerintahan Kota Surakarta atau Solo.
Maklum, potensi pabrik gula Colomadu kala itu menghasilkan laba sangat besar.
Maka resmilah Colomadu menjadi bagian dari Kabupaten Karanganyar.